Senin, 05 September 2016
Rabu, 01 Juni 2016
makalah geografi perkotaan
Makalah geografi perkotaan
Disusun oleh :
NAMA : UNTUNG SUPRAPTO
NIM : 451 414 015
KELAS :
A
KELOMPOK : 2
PRODI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2016
KATA PENGANTAR
puji dan
syukur kehadirat Allah swt. Karena berkat rahmat, inayah, dan ijin-Nyalah kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad saw. Beserta para sahabat, keluarga hingga pengikutnya
sampai akhir zaman.
Penulis juga
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
tugas ini.
Akhirnya,
kami menyadari bahwa makalah kami ini sangat jauh dari sempurna baik dalam hal
penulisan, isi, maupun kekurangan lainnya. Untuk itu, kritik dan saran sangat
penulis harapkan untuk perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
Gorontalo,23 Mei 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................... 1
DAFTAR
ISI.......................................................................................... 2
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang................................................................................... 3
1.2 Rumusan
masalah ............................................................................. 3
1.3 Tujuan................................................................................................ 4
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Konsep
dan ruang lingkup study geografi kota................................. 6
2.2 Teori
sebaran kota ............................................................................. 13
2.3 Struktur
ruang kota ........................................................................... 24
2.4 Menganalisis
perkembangan dan perencanaan kota kaitannya dengan desa 30
2.5 Menganalisis
masalah dan lingkungan perkotaan..............................
41
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 48
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tujuan dasar perencanaan daerah yaitu memanfaatkan ruang daerah secara
optimal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung alam akan tinggal
“wacana” saja jika pembangunan tidak dikendalikan secara baik dan benar,
terlebih lagi di daerah perkotaan. Kota akan dipadati oleh bangunan-bangunan
komersial, komplek-komplek perumahan baru, rumah toko (ruko), rumah kantor
(rukan), dsb. Semua itu sebagai pengejawantahan modernisasi dan tingginya
tingkat pemenuhan kebutuhan komersial masyarakat kota. Hal ini dapat
berlangsung terus tanpa tahu atau tidak mau tahu berapa sebenarnya tingkat
kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk mengakses fasilitas-fasilitas
tersebut. Hingga tiba pada satu keadaan dimana kota dipadati oleh bangunan.
Hilangnya taman-taman kota, munculnya permukiman-permukiman liar dan kumuh,
banjir, kemacetan dimana-mana, polusi udara, air, dan tanah. Hal tersebut dapat
terjadi karena kurang terpikirkannya dampak negatif apa yang dapat ditimbulkan
oleh keberadaan bangunan-bangunan yang terus dibiarkan tumbuh tersebut terhadap
lingkungan di sekitarnya, seperti masih cukup tersediakah daerah resapan air
dan ruang terbuka sebagai paru-paru kota? Seberapa besar bangkitan arus lalu
lintas yang ditimbulkan oleh adanya bangunan-bangunan tersebut nantinya?, dan
sebagainya. Permasalahan-permasalahan mendasar kerap juga muncul sebagai akibat
ketidaktahuan atau ketidakperdulian masyarakat terhadap aturan-aturan yang ada
1.2 Rumusan masalah
1.
Apakah pengertian kota ?
2.
Apakah lingkup studi geografi kota ?
3.
Apakah masyarakat kota ?
4.
Bagaimanakah hakikatkonurbasi dan
megalopolis ?
5.
Apakah pengertian teori central place
theory christaller ?
6.
Apakah yang dimaksud dengan teorilosch ?
7.
Apakah yang dimaksud dengan
Teoriinteraksi ?
8.
Apakah yang dimaksud dengan
Teorititikhenti ?
9.
Apakah yang dimaksud dengan
Teorigrafik/indekskonektivitas?
10.
Apakah yang dimaksud dengan PendekatanLokasi
?
11.
Apakah yang dimaksud dengan PendekatanEkonomi?
12.
Apakah yang dimaksud dengan Pendekatanmorfologi?
13.
Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan
system kegiatan?
14.
Apakah yang dimaksud dengan perencanaan
kota ?
15.
Apakah yang dimaksud dengan perkembangan
kota ?
16.
Apakah yang dimaksud dengan
InteraksiPerencanaankotadengan Pembangunan desa
17.
Apa sajakah permasalahan perkotaan ?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian kota
2. Untuk
mengetahui lingkup studi geografi kota
3. Untuk
mengetahui pengertian dari masyarakat
kota
4. Untuk
mengetahui hakikatkonurbasi dan megalopolis kota
5. Untuk
mengetahui pengertian teori central place theory christaller
6. Untuk
mengetahui imaksud dri teorilosch
7. Untuk
mengetahui maksud dari teori interaksi
8. Untuk
mengetahui maksud dari teori teorititikhenti
9. Untuk
mengetahui maksud dari teori grafik/indekskonektivitas
10. Untuk
mengetahui maksud dari pendekatan lokasi
11. Untuk
mengetahui maksud dari pendekatan ekonomi
12. Untuk
mengetahui maksud dari pendekatan pendekatan morfologi
13. Untuk
mengetahui maksud dari pendekatan system kegiatan
14. Untuk
mengetahui maksud dari perencanaan kota
15. Untuk
mengetahui maksud dari perkembangan kota
16.
Untuk mengetahui maksud dari InteraksiPerencanaankotadengan Pembangunan
desa
17.
Untuk mengetahui permasalahan perkotaan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Konsep dan Ruang Lingkup Studi Geografi Kota
a.
Pengertian
kota
Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara
fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan
memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara mandiri.
Pengertian Kota Menurut para Ahli |
Kota adalah sebuah wilayah yang selalu sibuk dengan segala
aktivitasnya. Kota selalu dipandang sebagai pusat pendidikan, pusat kegiatan ekonomi, dan pusat pemerintahan. Para ahli memandang
kota berdasarkan keahliannya masing-masing sehingga memunculkan perbedaan
pengertian tentang kota.
·
Menurut Bintaro:
kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan
kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang
heterogen dan coraknya yang materialistis.
·
Menurut Bintaro:
Kota adalah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan nonalami
dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan
yang bersifat heterogen dan meterialistis dibandingkan dengan daerah
belakangnya.
·
Menurut Max Weber:
Suatu tempat dapat disebut kota Jika sebagian besar penduduknya telah mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya dari pasar setempat (pasar lokal). Sementara itu.
sebagian besar barang-barang yang terdapat di pasar tersebut juga dibuat di
daerah setempat dan hanya sebagian kecil saja yang dibawa dari desa. Max Weber lebih menekankan bahwa ciri suatu
kota yang paling utama adalah pasarnya.
·
Menurut
Christaller: Kota merupakan pusat pelayanan yang berfungsi sebagai
penyelenggara dan penyedia jasa-jasa bagi wilayah sekitarnya. Jadi, pada
mulanya kota bukan merupakan permukiman, melainkan pusat pelayanan. Seberapa
jauh kota menjadi pusat pelayanan bergantung pada seberapa jauh daerah-daerah
di sekitarnya (desa) memanfaatkan Jasa kota.
·
Menurut Louis
Wirth:
Kota adalah permukiman yang relatif besar, padat, dan permanen dengan penduduk
yang heterogen kedudukan sosialnya. Oleh karena itu, hubungan sosial antar
penghuninya serba longgar, acuh. dan relasinya bukan pribadi (impersonal
relations).
·
Menurut Harris dan
Ullman:
Kota merupakan pusat permukiman dan pemanfaatan bumi oleh manusla. Di tempat itu
manusia unggul datarn mengeksploitasi bumi. Hal itu dibuktikan oleh pertumbuhan
kota yang sangat pesat dan pernekaran secara terus-menerus.
·
Menurut Marx dan
Engels:
Kota adalah perserikatan yang dibentuk untuk melindungi hak milik dan untuk
memperbanyak alat produksi guna mempertahankan diri dari para penduduknya.
·
Menurut Hofmeister:
Kota adalah suatu pemusatan keruangan dari tempat tinggal dan tempat kerja
manusia. pertumbuhannya sebagian besar disebabkan oleh pendatang. serta mampu
melayani kebutuhan barang dan jasa bagi wilayah yang letaknya jauh.
b. Lingkup studi geografi kota
Ruang lingkup dalam perkotaan ialah
mengenai kehidupan serta aktivitas masyarakat perkotaan.
Masyarakat perkotan lebih dipahami sebagai kehidupan komunitas yang memiliki
sifat kehidupan dan ciri-ciri kehidupannya berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Dalam kehidupan masyarakat perkotaan
cenderung heterogen, individual, persaingan
yang tinggi sehingga sering menimbulkan pertentangan atau konflik. Dalam masyarakat
kota kebanyakan pekerjaannya bergantung
pada pola industri . Bentuk mata pencaharian primer seperti sebagai pengusaha, pedagang dan buruh
industri. Dan tidak sedikit pula yang bekerja sebagai pemulung, pengemis,
tukang sapu jalanan, pedagang asongan
dan lain sebagainya.
c. Masyarakat kota
Masyarakat dapat mempunyai arti yang
luas dan sempit. Dalam arti luas masyarakat adalah ekseluruhan
hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan,
bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata lain kebulatan dari semua perhubungan
dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat adalah sekelompok
manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya territorial, bangsa,
golongan dan sebagainya.
Sedangkan Masyarakat Perkotaan
adalah masyarakat yang dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan
sosialnya. Masyarakat kota ini pada umumnya telah mengikuti dampak dari era
globalisasi sehingga sering kali pada umumnya muncullah suatu individualisme
yakni kurangnya rasa sosialisasi dengan orang lain.
Masyarakat perkotaan sering disebut
urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat
kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat
pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu :
·
kehidupan
keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa
·
orang
kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada
orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. Di
kota – kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan , sebab perbedaan
kepentingan paham politik , perbedaan agama dan sebagainya .
·
Jalan
pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan , menyebabkan
bahwa interaksi – interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada factor
kepentingan daripada factor pribadi.
·
pembagian kerja di antra warga-warga kota juga lebih tegas
dan mempunyai batas-batas yang nyata
·
kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga
lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa
·
interaksi yang terjai lebih banyak terjadi berdasarkan pada
factor kepentingan daripaa factor pribadi
·
pembagian
waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan
individu
·
perubahan-perubahan
sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam
menerima pengaruh dari luar.
Masyarakat
kota merupakan kelompok penduduk yang anggotanya sangat heterogen terdiri atas
masyarakat dari beberapa lapisan atau tingkatan, seperti tingkat pendidikan,
status sosial ekonomi dan daerah asal atau kampong halamannya. Penduduk kota
dapat dibedakan atas penduduk asli kota dan para imigran, yaitu penduduk desa
yang datang kekota untuk tujuan-tujuan tertentu seperti melanjutkan sekolah
atau bekerja.
Beberapa ciri masyarakat yang tinggal
di daerah perkotaan, antara lain:
·
Adanya heterogenitas sosial, artinya bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di
daerah perkotaan sangat beranekaragam.
·
Sikap hidup penduduk bersifat egois dan
individualistik. Artinya bahwa kebanyakan penduduk kota cenderung lebih
memikirkan diri sendiri tanpa mempedulikan anggota masyarakat lainnya. Sikap
individualistik ini terjadi akibat persaingan untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari antara sesama aggota masyarakat kota sangat tinggi, sehingga
masing-masing penduduk disibukkan oleh kepentingan pribadi tanpa harus
bergantung pada lorang lain.
·
Hubungan sosial yang bersifat gesselschaft yang artinya bahwa hubungan
sesama anggota masyarakat sangat terbatas
pada bidang-bidang tertentu saja. Hubungan sosial ini tidak didasarkan
pada sifat kekeluargaan atau gotong royong, tetapi lebih didasarkan pada
hubungan fungsional, misalnya antara buruh dan majikan, antara sesama karyawan,
rekan sejawat, atasan dan bawahan antara teman-teman satu sekolahan dan sebagainya.
·
Adanya
segregasi keruangan. Segregasi
yaitu pemisahan yang dapat menimbulkan kelompok-kelompok atau kompleks-kompleks
tertentu. Contohnya antara lain kompleks pegawai negri sipil, kompleks
perumahan tentara, kompleks pertokoan, daerah pecinan, kampung arab, kampung
melayu, dan sebagainya. Sebenarnya segregasi ini timbul akibat adanya
heterogenitas sosial.
·
Norma-norma
keagamaan tidak begitu ketat.
·
Pandangan hidup masyarakat kota lebih rasional
dibanding masyrakat desa. Hal ini karena masyarakat kota lebih terbuka dalam menerima
budaya baru. Selain itu, laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di daerah perkotaan cepat diterima
masyarakat.
Berikut diuraikan beberapa
perbedaan antara Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan :
·
Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam, Masyarakat perdesaan berhubungan
kuat dengan alam, karena lokasi geografisnyadi daerah desa. Penduduk yang
tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda
dengan penduduk yang tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas
alam.
·
Pekerjaan atau Mata Pencaharian, Pada umumnya mata pencaharian di
dearah perdesaan adalah bertani tapi tak sedikit juga yg bermata pencaharian
berdagang, sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha.
·
Ukuran Komunitas, Komunitas perdesaan biasanya lebih
kecil dari komunitas perkotaan.
·
Kepadatan Penduduk, Penduduk desa kepadatannya lbih rendah bila dibandingkan
dgn kepadatan penduduk kota,kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya
berhubungan dgn klasifikasi dari kota itu sendiri.
·
Homogenitas dan Heterogenitas, Homogenitas atau persamaan
ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan
perilaku nampak pada masyarakat perdesa bila dibandingkan dengan masyarakat
perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang
dgn macam-macam perilaku, dan juga bahasa, penduduk di kota lebih heterogen.
·
Diferensiasi Sosial, Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi
pentingnya derajat yg tinggi di dlm diferensiasi Sosial.
·
Pelapisan Sosial, Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam
bentuk “piramida terbalik” yaitu kelas-kelas yg tinggi berada pada posisi atas
piramida, kelas menengah ada diantara kedua tingkat kelas ekstrem dari
masyarakat.
Sedangkan secara garis besar
faktor-faktor yang menjadi dasar pembeda antara desa dengan kota antara lain:
·
Mata
Pencaharian
Desa pada umumnya masyarakat bermata
pencaharian agrarisKota pada umumnya masyarakat bermata pencaharian industrial
·
Ruang
Kerja
Desa memiliki ruang kerja terbuka.
Kota memiliki ruang kerja relatif tertutup
·
Musim
dan Cuaca
Sangat menentukan kegiatan
masyarakat desa. Tidak banyak menentukan kegiatan masyarakat kota
·
Keahlian
atau Keterampilan
Pada dasarnya bersifat umum dan
seragam. Pada dasarnya bersifat khusus /profesional dan beranekaragam
·
Rumah
dan Tempat Kerja
Jarak yang dekat antara rumah dan
tempat tinggal di desa. Kota Jarak relatif
·
Kepadatan
Penduduk
Desa:
Jelas (masih rendah) Kota : Relatif
·
Kepadatan
Rumah
Desa:
Jelas (masih rendah) Kota : Relatif
·
Kontak
Sosial
Desa : kontak sosial yang terjadi rendah namun
hubungan atau interaksi yang terjalin baik. Kota : kontak sosial yang terjadi
tinggi.
·
Stratifikasi
Sosial
Stratifikasi sosial didesa
sederhana. Stratifikasi sosial dikota kompleks
·
Lembaga
Desa : didasarkan pada hokum
informalKota : didasarkan pada hokum formal
·
Kontrol
Sosial
Kontrol
sosial terikat oleh adat dan tradisi
·
Sifat
Masyarakat
Masyarakat
desa suka untuk bergotong royong . Masyarakat kota cenderung individualis
·
Mobilitas
Didesa
mobilitas yang terjadi rendah dengan jarak yang dekatDikota mobilitas yang
terjadi tinggi dengan jarak yang beragam
·
Stabilitas
Sosial
Desa
Lebih stabil daripada kota
2.2
Teori sebaran kota
Walter Christaller (1933) dengan
model tempat sentral (central lace model) mengemukakan bahwa tanah yang
positif adalah tanah yang mendukung pusat kota. Tempat sentral merupakan pusat
kota yang memiliki tingkat aktivitas yang tinggi. Berdasarkan prinsip
aglomerasi (scale economic atau ekonomi skala menuju efisiensi atau
kedekatan menuju sesuatu), ekonomi kota besar menjadi pusat daerahnya sendiri
dan pusat kegiatan yang lebih kecil. Sehingga dapat diartikan bahwa kota kecil
bergantung pada tersedianya dan adanya kegiatan yang ada pada kota besar.
Christaller mengembangkan model
tempat pusat untuk suatu wilayah abstrak dengan ciri-ciri sebagai berikut:
·
Wilayahnya
adalah dataran tanpa roman, semua wilayah datar dan sama.
·
Gerakan
dapat dilaksanakan ke segala arah (isotropis surface).
·
Penduduk
memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada seluruh wilayah.
·
Konsumen
bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimalisasi jarak/biaya
Asumsi-asumsi
yang digunakan oleh Christaller dalam penyusunan teori tempat pusatnya yaitu
sebagai berikut:
·
Konsumen
menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat dinyatakan dalam biaya
dan waktu;
·
Jangkauan
(range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya
dan waktu.
·
Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat untuk
mendapatkan barang dan jasa.
·
Kota-kota
berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah sekitarnya.
·
Wilayah
memiliki ciri-ciri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar secara merata.
Menurut teori Christaller, tempat
sentral secara hirarki dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
·
Tempat
sentral yang berhierarki 3 (K=3) merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang
senantiasa menyediakan barang-barang bagi daerah sekitarnya atau disebut juga
kasus pasar optimal.
·
Tempat
sentral yang berhierarki 4 (K=4) merupakan situasi lalu lintas optimum.
Sehingga, daerah tersebut dan daerah sekitarnya yang terpengaruh tempat sentral
itu senantiasa memberikan kemungkinan jal
·
ur
lalu lintas yang paling efisien.
·
Tempat
sentral yang berhierarki 7 (K=7) merupakan situasi administratif yang optimum.
Sehingga tempat sentral ini mempengaruhi seluruh bagian wilayah-wilayah
tetangga.
Pusat-pusat
pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagonal
(segi enam). Keadaan tersebut akan terlihat jelas di wilayah yang mempunyai dua
syarat, yaitu:
·
Topografi
yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang medapat pengaruh alam lain
dalam hubungan dengan jalur pengangkutan.
·
Kehidupan
ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer yang
menghasilkan padi-padian, kayu
Penjelasan model Christaller tentang
terjadinya mode area pelayanan heksagonal yaitu :
Gambar Model Pelayanan Heksagonal
·
Mula-mula
terbentuk area pelayanan berupa lingkaran-lingkaran. Setiap lingkaran memiliki
lingkaran pusat dan menggambarkan threshold. Lingkaran-lingkaran ini
tidak tumpah tindih (gambar A)
·
Lingkaran-lingkaran
berupa range dari pelayanan tersebut yang lingkaran boleh tumpang tindih
(gambar B)
·
Range
yang tumpah tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan sehingga terbentuk
areal yang heksagonal yang menutupi seluruh dataran yang tidak lagi tumpah
tindih (gambar C)
·
Tiap
pelayanan berdasarkan tingkat ordernya memiliki heksagonal sendiri-sendiri.
Dengan menggunakan k=3, pelayanan orde I lebar heksagonalnya adalah 3 kali
heksagonal orde II. Pelayanan orde II lebar heksagonal adalah 3 kali heksagonal
pelayanan orde III dan seterusnya. Tiap heksagonal memiliki pusat yang besar
kecilnya sesuai dengan besarnya heksagonal tersebut. Heksagonal yang sama
besarnya tidak saling tumpang tindih tetapi antara heksagonal yang tidak sama
besarnya akan terjadi tumpang tindih (gambar D)
Berdasarkan
uraian di atas, dapat diketahui bahwa teori tempat pusat Christaller
menjelaskan mengenai susunan dari besaran kota, jumlah kota dan distribusinya
di dalam satu wilayah. Model Christaller menggambarkan area pusat-pusat
kegiatan jasa pelayanan yang cenderung tersebar di dalam wilayah dan membentuk
pola heksagonal. Dimana persebaran tersebut dapat memberikan keuntungan
optimalpada kegiatan tersebut. Tempat-tempat pusat merupakan tempat yang
menyediakan barang dan jasa bagi penduduk daerah.
Elemen-elemen
tempat pusat yaitu jangkauan (range), threshold dan fungsi sentral.
Ketiga elemen tersebut mempengaruhi terbentuknya tempat pusat dan luasan pasar
baik pelayanan barang maupun jasa pada suatu wilayah. Teori tempat pusat
merupakan teori mengenai hubungan fungsional antara satu tempat pusat dan
wilayah di sekelilingnya. Christaller tidak mendasar pada jangkauan wilayah
pasar dan memiliki hierarki-hierarki dalam pola heksagonal. Luas wilayah pasar
juga tidak tergantung pada barang yang diproduksi.
a.
Hakikat
Konurbasidandan megalopolis
Apakah sesungguhnya wilayah
megapolitan itu? Istilah yang digunakan awalnya adalah megalopolis, dicetuskan
tahun 1961 oleh seorang ilmuwan Perancis Prof. Jean Gottmann. Pada awalnya
beliau menggunakan istilah megalopolis untuk sebuah wilayah perkotaan yang
berkembang sangat pesat di sepanjang pesisir timur Amerika Serikat. Istilah itu
dia ambil dari sebuah kota raksasa bernama Megalopolis pada zaman Yunani Kuno
yang direncanakan dibangun oleh penduduk Peloponnesus Yunani. Impian mereka
tidak pernah menjadi kenyataan, kota Megalopolis yang mereka bangun, sekarang
ini tidak lebih dari sebuah kota kecil yang tercantum dalam peta modern
Peloponnesus. Namun istilah tersebut kurang berkenan bagi beberapa institusi di
Amerika Serikat, salah satunya adalah Regional Plan Association, sehingga
muncul beberapa istilah seperti transmetropolitan, urban region, dan super
city. Tetapi ternyata berbagai macam istilah tersebut tidak dapat diterima
secara umum dan akhirnya lambat laun istilah megapolitan (minus “lo“) menjadi
kesepakatan bersama.
Istilah megapolitan itu mulai
digunakan pada wilayah perkotaan yang berkembang pesat di Amerika Serika,
terbentang dari selatan New Hampsire sampai ke utara Virginia dan dari Pantai
Atlantic sampai ke kaki Bukit Appalachian. Di sepanjang koridor dengan panjang
lebih kurang 600 mil (atau lebih kurang 1000 km) dan lebar bervariasi dari 30
sampai 60 mil tersebut, terdapat pertumbuhan wilayah perkotaan yang tidak
terputus yang menyatukan 5 kota metropolitan utama, yaitu Boston, New York,
Philadelphia, Baltimore dan Washington (sekarang ini populer dengan sebutan
Boswash). Apabila kita melakukan perjalanan menggunakan kendaraan atau naik kereta
api di sepanjang koridor ini maka sejauh mata memandang yang tampak hanya
bangunan. Jumlah penduduk yang menghuni koridor ini pada tahun 1961 mencapai 37
juta jiwa dengan kepadatan 700 jiwa per mil persegi, sedangkan pada tahun 2003
jumlah penduduknya mencapai 50 juta jiwa dengan kepadatan 1150 jiwa per mil
persegi.
Secara geografis wilayah megapolitan
umumnya memiliki karakteristik daerah pesisir yang perkembangan koridor
wilayahnya ditandai dengan pertumbuhan fisik kota-kota menyatu secara menerus tanpa
terputus (konurbasi raksasa), konsentrasi penduduk dan bangunan sangat tinggi,
kegiatan sangat heterogen dengan fungsi-fungsi yang padat, corak masyarakat
bergaya hidup kota dan tidak ada lagi desa-kota, serta mobilitas sosial ekonomi
sangat tinggi. Pengembangan wilayah Megapolitan ditandai juga dengan munculnya
begitu banyak pusat kegiatan di sepanjang koridor utama yang tidak lagi
hierarkis seperti dalam wilayah metropolitan
Meskipun pada wilayah megapolitan
masih terdapat kegiatan pertanian, tetapi secara konstan kegiatan ini mengalami
penurunan yang signifikan dan lambat laun akan menghilang dengan sendirinya.
Masing-masing wilayah metropolitan atau kota-kota yang termasuk dalam
konstelasi wilayah megapolitan tersebut berdiri sendiri-sendiri dan tidak
diatur dalam satu otoritas. Masing-masing juga memiliki peraturan
pengendaliannya sendiri mengacu kepada aturanaturan maupun kebijaksanaan di
tingkat negara bagian.
Pada akhirnya Gottmann menyimpulkan
bahwa pengembangan wilayah megapolitan hanya akan mengarah pada satu tatanan
saja, yaitu tatanan wilayah perkotaan dengan kegiatan yang sepenuhnya berbasis
pada manufaktur dan perdagangan serta kegiatan pertanian sangat terbatas dan
pilihan.
Syarat sebuah megapolitan menurut
Metropolitan Institute adalah terdiri dari sekurang-kurangnya dua wilayah
metropolitan yang telah ada dengan total penduduk lebih dari 10 juta jiwa,
terjadi akibat bergabungnya (konurbasi) wilayah mikropolitan dengan wilayah
metropolitan yang berdampingan. Mikropolitan adalah suatu daerah hunian
pedesaan yang sangat padat dengan corak kehidupan perkotaan. Syarat lainnya
adalah wilayah budaya organik dengan latar belakang sejarah dan identitas
berbeda, secara umum menempati lingkungan fisik yang sejenis, pusat-pusat utama
dihubungkan dengan infrastruktur transportasi primer, membentuk jaringan
perkotaan fungsional melalui aliran barang dan jasa, dan suatu wilayah
geografis yang berguna dalam perencanaan wilayah skala luas.
Beberapa contoh megapolitan yang
berkembang di dunia adalah Northeast, Midwest, Gulcoast, Piedmont, NorCal,
Southland, Valley of the Sun, Cascadia, Peninsula, I-35 Corridor, semuanya di
Amerika Serikat; Ruhr Area dan sebagian Low Countries, Eropa Daratan; Midland
and parts of Northern England (termasuk London ); Tokyo – Osaka, Jepang; dan
Gauteng, Afrika Selatan (konurbasi antara Johanesburg, Pretoria dan Vaal
Triangle).
b.
Central
Place Theory Christaller
Teori
ini dikemukakan oleh cristaller ( 1993 ) berdasarkan study nya dijerman pada
tahun 1930. Ia mengembangkan lebih lanjut teori – teori yang terlebih dahulu
sudah ada mengenai letak industri ( A. Weber 1909 ) dan ( von thienen 1826 )
akan tetapi bertolak dari letak perdagangan dan pelayanan dalam kota ( dalam
Daljono, 1992 ). Cristeller dipengaruhi von thunen berusaha menjawab pertanyaan
( Redmana, 1978 dalam Daljoeni, 1992 )
·
Apakah prinsip – prinsip umum yang
menentukan jumlah, besarnya dan pemencaran pemukiman manusia
·
Apakah lokasi – lokasi kota – kota besar dan kecil merupakan hasil
dari sebuah kebetulan saja, serta sejarah dimana kota – kota besar tersebut
terpencar dalam suatu cara yang seakan – akan tidak dipercaya
·
Apakah lokasi kota – kota tersebut
sekedar akibat dari kondisi topografi dan geografis tertentu yang
takterelakkan, ataukah akibat dari kepadatan penduduk
Untuk
menjawab pertanyaan tersebut ia mengemukakan beberapa kosep: dua diantaranya
adalah range ( jangkauan ) dan threshol ( ambang ).
Cristaller
membayang kan suatu wilayah ( region ) sebagai suatu dataran yang homogen
secara geografis dengan penduduk yang merata persebarannya . penduduk
membutuhkan berbagai barang dan jasa.
Semua kebutuhan tadi dua hal yang khas. Yang pertama disebut range yaitu, jarak yang perlu
ditempuh orang untuk mendapatkan barang kebutuhannya hanya kadang – kadang saja
( Daldjoeni, 1992 ). Kedua yang disebut threshold adalah jumlah minimum
penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan kesinambungan suplai barang.
Beberapa kebutuhan penduduk secara individual hanya dapat dipenuhi oleh
seringnya orang bertujuan untuk belanja, sedangkan orang –orang lain hanya
dapat dijumpai pada waktu belanja itu.
Menurut teori central place
seperti yang dikemukakan oleh Christaller (Daldjoeni, 1992), suatu kota
berkembang sebagai akibat dari fungsinya dalam menyediakan barang dan jasa
untuk daerah sekitarnya. Teori Urban Base juga menganggap bahwa
perkembangan kota ditimbulkan dari fungsinya dalam menyediakan barang kepada
daerah sekitarnya juga seluruh daerah di luar batas-batas kota tersebut.
Menurut teori ini, perkembangan ekspor akan secara langsung mengembangkan
pendapatan kota. Disamping itu, hal tersebut akan menimbulkan pula
perkembangan industri-industri yang menyediakan bahan mentah dan jasa-jasa
untuk industri-industri yang memproduksi barang ekspor yang selanjutnya akan
mendorong pertambahan pendapatan kota lebih lanjut (Hendarto, 1997).
c.
Teorilosch
Economics of Location pada tahun
1954. Berbeda dengan teori Webe
yang mengungkapkan teori lokasinya
berdasarkan letak bahan baku, teori Losch mengungkapkan teorinya berdasarkan
kemampuan sebuah produksi untuk menjaring konsumen sebanyak-banyaknya.
Maksudnya, semakin jauh dari pasar maka konsumen menjadi enggan membeli karena
mahalnya biaya transportasi menuju tempat penjualan yang jauh. Sehingga
produsen harus memilih lokasi industri yang mempunyai tempat yang cukup dekat
dengan konsumen agar dapat memperoleh keuntungan yang maksimal.
Dalam teorinya, Losch lebih
menyarankan agar lokasi industri terletak dipasar atau mendekati pasar. Ini
mempunyai tujuan untuk menemukan pola lokasi industri sehingga dapat ditemukan
keseimbangan spasial antar lokasi. Menurut pendapat Losch, dalam lokasi
industri yang tampak tidak teratur dapat ditemukan pola keberaturan. Oleh
karena itu Losch merupakan pendahulu dalam mengatur kegiatan ekonomu secara
spasial dan merupakan pelopor dalam teori ekonomi regional modern. Teori Losch
berasumsi bahwa suatu daerah yang homogen yang mempunyai distribusi sumber
bahan mentah dan sarana angkutan yang merata serta selera konsumen yang sama.
Contoh kegiatan tersebut merupakan pertanian yang mempunyai skala kecil yang
pada dasarnya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan masing-masing petani.
Untuk memperoleh keseimbangan, maka
ekonomi ruang Losch harus memenuhi syarat sebagai berikut
·
Setiap
lokasi industri harus menjamin keuntungan maksimum bagi penjual maupun pembeli;
·
Terdapat
cukup banyak usaha pertanian dengan penyebaran cukup merata sehinggan seluruh
permintaan yang ada dapat dilayani;
·
Terdapat
free entry dan tak ada petani yang memperoleh super-normal profit sehingga tak
ada rangsangan bagi petani dari luar untuk masuk dan menjual barang yang sama
di daerah tersebut;
·
Daerah
penawaran adalah sedemikian hingga memungkinkan petani yang ada untuk mencapai
keuntungan dengan besar maksimum
·
Konsumen bersifat indifferent terhadap penjual manapun dan
satu-satunya pertimbangan untuk membeli dengan harga yang rendah.
Pada teori ini, wilayah pasar bisa berubah jika terjadi inflasi (perubahan) harga.
Pada teori ini, wilayah pasar bisa berubah jika terjadi inflasi (perubahan) harga.
Hal
ini disebabkan karena produsen tidak dapat memenuhi permintaan dikarenakan
jarak yang terlalu jauh sehingga mengakibatkan biaya transportasi naik. Ini
akan mengakibatkan harga jualnya juga naik. Karena tingginya harga jual, maka
pembelian juga akan berkurang. Hal ini mendorong petani untuk melakukan proses
produksi yang sama untuk memenuhi permintaan yang belum terlayani. Dengan
banyaknya petani yang menawarkan produk yang sama, maka akan terjadi keadaan
seperti berikut
Ø Permintaan dari seluruh daerah akan
terpenuhi;
Ø Akan terjadi persaingan antar petani
penjual yang semakin tajam dan berebut pembeli.
Menurut pendapat Losch pada akhirnya
luas daerah pasar masing-masing petani penjual akan menyempit dan dalam
keseimbangannya akan terbentuk segienam beraturan. Bentuk ini menggambarkan
daerah penjualan terbesar yang masih dapat dikuasai setiap penjual dan berjarak
minimum dari tempat lokasi kegiatan produksi yang bersangkutan. Keseimbangan
yang dicapai dalam teori ini berasumsi bahwa harga hanya dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran, oleh karena apabila penjual menaikkan harga jualnya
maka keseimbangannya akan terganggu. Ini akan berakibat bukan hanya pada pasar
yang semakin menyempit karena konsumen tidak mampu membeli tetapi sebagian
pasar akan hilanh dan direbut oleh prnjual yang berdekatan. Salah satu cara
untuk memperluas jangkauan pasar dapat dilakukan dengan menjual barang yang
berbeda dari yang sudah ditawarkan.
Teori sektor yang dikemukakan olah
Losch menyebutkan bahwa jaringan heksagon tidaklah sama penyebarannya. Tetapi
di sekeliling tempat sentralnya masih ada enam faktor yang memiliki wilayah
luas dan ada enam sektor yang memiliki wilayah sempit. Oleh karena itu Losch
menggambarkan teori tersebut dalam bentuk roda.
Menurut Losch, munculnya daerah
pasar disekeliling setiap tempat sentral juga dipengaruhi oleh adanya jaringan
daerah-daerah pasar untuk setiap kelompok barang. Jaringan-jaringan ini
terletak secara sistematis di dalam wilayah-wilayah ekonomi yang terbagi di
seluruh dunia menurut hukum tertentu.
d. Teori
interaksi
Kaitan
Teori Interaksi dan Perencanaan Pembangunan Wilayah. Pada pembahasan mengenai
interaksi desa-kota telah dipelajari bahwa interaksi keruangan merupakan suatu
hubungan timbal balik (resiprocal relationship) yang saling berpengaruh antara
dua wilayah atau lebih yang dapat menimbulkan gejala, kenampakan, atau
permasalahan
baru. Kuat-lemahnya interaksi sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu
adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi (regional complementary), adanya
kesempatan untuk berintervensi (intervening opportunity), serta adanya
kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang (spatial transfer ability).
Para
ahli banyak yang mengembangkan teori interaksi spasial, seperti K.J. Kansky dan
W.J. Reilly. Aplikasi teori-teori interaksi dapat diterapkan dalam perencanaan
pembangunan. Misalnya, penempatan lokasi pusat pelayanan masyarakat,
pembangunan prasarana transportasi yang dapat membuka keterasingan suatu
wilayah dari wilayah lain, dan kemajuan informasi serta teknologi
e.
Teori titik henti
Teori Titik Henti (Breaking Point
Theory) merupakan hasil modifikasi dari Model Gravitasi Reilly. Teori ini
memberikan gambaran tentang perkiraan posisi garis batas yang memisahkan
wilayah-wilayah perdagangan dari dua kota atau wilayah yang berbeda jumlah dan
komposisi penduduknya. Teori Titik Henti juga dapat digunakan dalam
memperkirakan penempatan lokasi industry atau pusat pelayanan masyarakat.
Penempatan dilakukan di antara dua wilayah yang berbeda jumlah penduduknya agar
terjangkau oleh penduduk setiap wilayah.
Menurut teori ini jarak titik henti
(titik pisah) dari lokasi pusat perdagangan (atau pelayanan sosial lainnya)
yang lebih kecil ukurannya adalah berbanding lurus dengan jarak antara kedua
pusat perdagangan. Namun, berbanding terbalik dengan satu ditambah akar kuadrat
jumlah penduduk dari kota atau wilayah yang penduduknya lebih besar dibagi
jumlah penduduk kota yang lebih sedikit penduduknya.
Berkaitan
dengan perencanaan pembangunan wilayah, Model Gravitasi dan Teori Titik Henti
dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pertimbangan faktor lokasi. Model
Gravitasi dan Teori Titik Henti dapat dimanfaatkan untuk merencanakan
pusat-pusat pelayanan masyarakat, seperti pusat perdagangan (pasar, super
market, bank), kantor pemerintahan, sarana pendidikan dan kesehatan, lokasi
industri, ataupun fasilitas pelayanan jasa masyarakat lainnya
f.
Teori grafik
Salah satu faktor yang mendukung
kekuatan dan intensitas interaksi antarwilayah adalah kondisi prasarana
transportasi yang menghubungkan suatu wilayah dengan wilayah lain di
sekitarnya. Jumlah dan kualitas prasarana jalan, baik jalan raya, jalur udara,
maupun laut, tentunya sangat memperlancar laju dan pergerakan distribusi
manusia, barang, dan jasa antarwilayah. Anda tentu sependapat bahwa antara satu
wilayah dan wilayah lain senantiasa dihubungkan oleh jalur-jalur transportasi
sehingga membentuk pola jaringan transportasi. Tingkat
kompleksitas jaringan yang
menghubungkan berbagai wilayah merupakan salah satu indikasi kuatnya arus
interaksi. Sebagai
contoh, dua wilayah yang dihubung kan dengan satu jalur jalan tentunya memiliki
kemungkinan hubungan penduduknya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dua
wilayah yang memiliki jalur transportasi yang lebih banyak
Untuk menganalisis potensi kekuatan
interaksi antarwilayah ditinjau dari struktur jaringan jalan sebagai prasarana
transportasi, K.J. Kansky mengembangkan Teori Grafik dengan membandingkan
jumlah kota atau daerah yang memiliki banyak rute jalan sebagai sarana
penghubung kota-kota tersebut. Menurut Kansky, kekuatan interaksi ditentukan
dengan Indeks Konektivitas. Semakin tinggi nilai indeks, semakin banyak
jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota atau wilayah yang sedang dikaji.
Hal ini tentunya berpengaruh terhadap potensi pergerakan manusia, barang, dan
jasa karena prasarana jalan sangat memperlancar tingkat mobilitas antarwilayah.
2.3 Struktur ruang kota
a. Pendekatan lokasi
Dalam pendekatan ini penekanannya
bukan lagi pada eksistensi ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena
geosfer tertentu dengan varaibel lingkungan yang ada. Dalam pendekatan
kelingkungan, kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara
makluk hidup dengan lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan
dengan (1) fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta relik fisik
tindakan manusia. (2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan
nilai-nilai geografis serta kesadaran akan lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan
ruang lingkup lingkungan geografi sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki
dua aspek, yaitu lingkungan perilaku (behavior
environment) dan lingkungan fenomena (phenomena
environment). Lingkungan perilaku mencakup dua aspek, yaitu pengembangan
nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua aspek penting
dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan budaya
gagasan-gagasan geografi, dan proses sosial ekonomi dan perubahan nilai-nilai
lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan yang penting adalah perubahan
pengetahuan lingkungan alam manusianya.
Lingkungan fenomena mencakup dua
aspek, yaitu relik fisik tindakan manusia dan fenomena alam. Relik fisik
tindakan manusia mencakup penempatan urutan lingkungan danmanusia sebagai agen
perubahan lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk dan proses
organik termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik.Studi mandalam mengenai
interelasi antara fenomena-fenomena geosfer tertentu padawilayah formal dengan
variabel kelingkungan inilah yang kemudian diangap sebagai cirikhas pada
pendekatan kelingkungan. Keenam pertanyaan geografi tersebut selalu menyertai
setiap bentuk analisis geografi. Sistematika tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut. Kerangka umum analisis pendekatan kelingkungan dapat dicontohkan
sebagai berikut. Masalah yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto
Pujon Malang. Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan
dapat diawali dengan tindakan sebagai berikut.
·
mengidentifikasi
kondisi fisik di lokasi tempat terjadinya banjir dan tanahlongsor. Dalam
identifikasi itu juga perlu dilakukan secara mendalam,
termasuk mengidentifikasi jenis tanah, tropografi, tumbuhan, dan hewan
yang hidup di lokasi itu.
·
mengidentifikasi
gagasan, sikap dan perilaku masyarakat setempat dalam mengelola alam dilokasi
tersebut.
·
mengidentifikasi sistem budidaya yang
dikembangkan untuk memenuhikebutuhan hidup (cara bertanam, irigasi, dan
sebagainya).
·
menganalisis hubungan antarasistem budidaya
dengan hasil dan dampak yang ditimbulkan.
·
mencari alternatif pemecahan atas
permasalahan yang terjadi. Dalam geografi lingkungan, pendekatankelingungan
mendapat peran yang penting untuk memahami fenomena geosfer.
Dengan pendekatan itu fenomena geosfer dapat dipahami secara holistik
sehingga pemecahanterhadap masalah yang timbul juga dapat dikonsepsikan secara
baik
b. Pendekatan ekonomi
Salah satu kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan pembangunan ekonomi regional adalah memberikan otonomi kepada
daerah untuk menyelenggarakan program-program pembangunan regional,
sehingga seluruh pertanggung jawaban, pengelolaan dan pembiayaannya
dilakukan oleh pemerintah daerah.
Namun sebagaimana diketahui meskipun
ada otonomi daerah, pembangunan ekonomi di daerah
tidak hanya berasal dari program pembangunan regional (sebagai manifestasi
dariazas desentralisasi), tapi juga berasal dari program sektoral (sebagai
perwujudan azasdekonsentrasi). Kedua program itu dijalankan secara bersama-sama
oleh pemerintah dalamrangka menjembatani kesenjangan kemajuan pembangunan
ekonomi antardaerah. Tetapi,sampai saat ini program sektoral masih mendominasi
program regional, sehingga otonomidaerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung
jawab belum terwujud sepenuhnya.
Pertumbuhan yang tinggi tersebut
belum sepenuhnya dinikmati secara merata olehlapisan masyarakat di daerah.
Keragaman ekonomi antardaerah tersebut antara laindisebabkan karena tingkat
perbedaan yang cukup berarti dalam laju pertumbuhanantardaerah, potensi
antardaerah yang telah dikembangkan, laju pertumbuhan penduduk, lajuinflasi,
penyerapan tenaga kerja menurut sektor, kualitas sumberdaya manusia, fasilitas
yangtersedia antardaerah dan tingkat produktivitas tenaga kerja antar daerah.
Disamping itu ketimpangan
antarwilayah terjadi karena struktur ekonomi yang berbeda, dimana sektor
dominan yang tumbuh cepat dapat mendorong sektor-sektor lain yang
padagilirannya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
Pertumbuhan ekonmiyang tinggi akan berpengaruh juga terhadap besarnya
kontribusinya pada PDRB masing-masing daerah.
Ketidakseimbangan dalam perekonomian
antardaerah menyangkut pola dan arah investasi serta prioritas alokasinya di
antara berbagai daerah dalam wilayah negara kesatuanatau Provinsi, khususnya
yang menyangkut investasi dalam sumberdaya manusia daninvestasi dalam prasarana
fisik. Kondisi ini pada gilirannya akan berpengaruh pada
tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita antardaerah
di suatu wilayah, sehingga kecenderungan terjadinya perbedaan dan ketimpangan
pada pola, laju pertumbuhan dan pendapatan perkapita antar berbagai kawasan
dalam suatu wilayah dalam satu negara. Perencanaan Pembangunan Dalam Sektor
Ekonomi Ciri-ciri perencanaan pembangunan ekonomi :
·
Usaha
mencapai perkembangan sosial ekonomi mantap (Steady social economicgrowth).
Tercermin pada pertumbuhan ekonomi posi
·
Usaha
meningkatkan pendapat
·
Usaha
perubahan struktur ekonomi ; Usaha diversifikasi ekonomi.
·
Usaha
perluasan kesempatan kerja.
·
Usaha
pemerataan pembangunan ; Distributive Justice.
·
Usaha
pembinaan lembaga ekonomi masyaarakat.
·
Usaha
terus menerus menjaga stabilitas ekonomi.
Usaha
terus menerus menjaga stabilitas ekonomiDari sudut pandang ekonomi, perlunya
perencanaan adalah :
·
Agar
penggunaan sumber pembangunan terbatas dpt efesien & efektif, sehingga
terhindar pemborosan.
·
Agar
perkembangan / pertumbuhan ekonomi menjadi mantap.
·
Agar
tercapai stabilitas ekonomi dalam menghadapi siklus konjungtur
c. Pendekatan
morfologi
Sesuatu kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu. Perkembangan dalam hal ini menyangkut aspek politik, sosial, budaya,
teknologi, ekonomi dan fisik. Khusus mengenai aspek yang berkaitan langsung
dengan penggunaan lahan kedesaan adalah perkembangan fisik, khususnya
perubahan arealnya. Peninjauan morfologi kota ditekankan pada
bentuk-bentuk fisikal dari lingkungan kekotaan dan hal ini dapat diamatidari
kenampakan kota secara fisikal yang antara lain tercermin pada sistem jalan-jalan
yang ada, blok-blok bangunan baik daerah hunian ataupun bukan dan juga
bangunan-bangunan individual.
Penentuan
batas administrasi kota tidak lain bermaksud memberikan batas
terhadap permasalahan-permasalahan kota sehingga memudahkan
pemecahan-pemecahan persoalan politik, social, ekonomi, budaya,teknologi
dan fisik yang timbul oleh pemerintah kota.olehkarena batas fisik kota selalu
berubah setiap saat maka sangat sering sekali terlihat bahwa batas fisik kota
telah berada jauh di luar batas administrasi kota. Beberapa ekspresi keruangan
morfologi :
·
Bentuk
Bujur Sangkar
Kota
berbentuk bujur sangkar menunjukkan adanya kesempatan perluasan kota kesegala
arah yang relatif tidak begitu berarti.
·
Bentuk
Persegi Panjang
Dimensi
memanjang sedikit lebih besar daripada dimensi melebar. Hal inidemungkinkan
timbul karena adanya hambatan-hambatan fisikal terhadap perkembangan areal
kota pada salah satu sisi-sisinya.
·
Bentuk
Kipas
Berbentuk
sebagian lingkaran, kearah luar lingkaran mempunyai kesempatan berkembang
yang relative seimbang. Seperti hambatan alami dan hambatan artificial.
·
Bentuk
Bulat
Bentuk kota
yang ideal karena kesempatan perkembangan areal kearah luar dapatdikatakan
seimbang.
·
Bentuk
Pita
Mirip
dengan bentuk empat persegi panjang tapi namun karena dimensinyamemanjangnya
jauh lebih besar dari pada dimensi melebar maka bentuk inimenempati klasifikasi
tersendiri dan menggambarkan bentuk pita.
·
Bentuk
Bintang
Peranan
jalur transportasi pada bentuk ini juga sangat dominan. Hanya saja,
pada bentuk gurita jalur transportasi tidak hanya satu arah saja, tetapi
beberapa arah ke luar kota dan pinggirannya tidak memberikan
halangan-halangan fisik yang berartiterhadap perkembangan areal perkotaannya.
·
Bentuk
Tidak Berpola
Kota yang
terbentuk pada suatu daerah dengan kondisi geografis yang khusus.Sebuah kota
pulau misalnya, mungkin saja membentuk kota yang sesuai dengan bentuk
pulau yang ada.
d. Pendekatan
sistem kegiatan
Pendekatan Sistem Kegiatan diartikan secara komprehensif
sebagai suatuupaya untuk memahami pola-pola perilaku dari perorangan,
lembaga-lembaga dan firma-firma yang mengakibatkan terciptanya pola-pola
keruangan di dalam kota. Pendekatan Ekologi Faktoral, hal ini digunakan untuk
menganalisis struktur keruangan kota (urban spatial structure) dengan
menggunakan analisis faktor sebagai tekniknya.
Secara
konsepsional, unsur-unsur pembentuk struktur tata ruang kota telah
dikemukakanoleh banyak pakar. Menurut Doxiadis, perkotaan atau permukiman kota
merupakan totalitaslingkungan yang terbentuk oleh 5 unsur, yakni alam (nature),
individu manusia (antropos),masyarakat (society), ruang kehidupan (shells), dan
jaringan (network). Dalam perspektif yang berbeda, menurut Patrick Geddes,
karakteristik permukiman sebagai suatu kawasanmemiliki unsur yaitu place
(tempat tinggal); work (tempat
kerja); folk (tempat bermasyarakat).
Kus
Hadinoto (1970-an) mengadaptasinya menjadi 5 unsur pokok, yaitu wisma,
tempattinggal (perumahan); karya: tempat bekerja (kegiatan usaha); marga,
jaringan pergerakan, jalan; suka, tempat rekreasi/hiburan; penyempurna,
prasarana dan sarana. Unsur pembentuk struktur tata ruang kota dapat
pula dipahami secara persepsional sepertidikemukakan oleh Kevin Lynch yang
menyatakan sifat suatu objek fisik menyebabkan kemungkinan besar membuat citra
(image) yang kuat pada setiap orang. Menurutnya adalima unsur dalam gambaran
mengenai kota yaitu path, edge, district, node, dan landmark. Sebagai wujud
struktural pemanfaatan ruang, kota terdiri dari susunan
unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan
struktural yang berhubungan satudengan
lainnya membentuk tata ruang kota.
Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga,
2005:97) yaitu:
·
Kumpulan
dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan,keuangan yang
cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.
·
Kumpulan
dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan
grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
·
Lingkungan
pemukiman sebagai tempat tinggal
2.4 Menganalisis perkembangan dan
perencanaan kota kaitannya dengan desa
a. Perencanaan kota
Perencanaan kota berhadapan dengan lingkungan binaan
dari perspektif munisipal dan metropolitan. Profesi lainnya yang berhadapan
dengan detail yang lebih kecil, disebut arsitektur
dan desain urban.
Perencanaan wilayah
berhadapan dengan lingkungan yang masih lumayan besar, pada tingkatan yang
kurang mendetail. Orang Mesir Hippodamus
sering dianggap sebagai Bapak Perencanaan Kota, untuk desainnya Miletus,
meskipun contoh kota terencana "permeate
antiquity". Muslim
diperkirakan merupakan asal ide penzonaan
resmi (lihat haram
dan hima
dan lebih umum khalifa),
atau stewardship di mana mereka
timbul), meskipun penggunaan modern di Barat berawal dari ide Congres
Internationaux d'Architecture Moderne.
Perencanaan kota termasuk
pengorganisasian, atau memengaruhi, distribusi penggunaan tanah dalam wilayah
yang telah dibuat atau dimaksudkan untuk dibuat.
Ada
suatu kesalahan persepsi, baik secara pendefinisian, maupun secara pemaknaan
terhadap Perancanan Kota (Urban Design), yaitu yang selama ini dianggap
suatu arsitektur besar, yang muncul sebagai akibat dibangunnya proyek-proyek
berskala besar oleh swasta, disamping itu juga sering dianggap sebagai suatu
usaha vpengindahan kota', seperti misalnya penanaman pohon-pohon,
penghias jalan, trotoarisasi, dan sejenisnya, yang lebih cenderung bersifat
sebagai dekorasi kota. Namun demikian, pada dasarnya Urban Design berkaitan
erat dengan kebijakan dalam perancangan fisik kota, yang melibatkan sekelompok
orang dalam suatu kurun waktu tertentu, disamping juga berkaitan erat dengan
rnanajemen pembangunan fisik kota, baik dalam lingkungan alarni, maupun
linakungan binaan (Shirvani).
Menurut
Catanese dan Snyder, pada hakekatnya Urban Design adalah suatu jembatan
antara profesi perencanaan kota dan arsitektur, yang perhatian utamanya adalah
pada bentuk fisik wilayah perkotaan. Dalam hai in; Catanese dan Snyder
menjelaskan posisi urban design dalam proses perencanaan dan perancangan dalam
skala makro.
Perancangan
kota adalah sebutan yang diterima secara umum untuk suatu proses yang ditujukan
untuk menghasilkan arahan perancangan fisik dari perkembangan kota, konservasi
dan perubahan. Di dalamnya termasuk pertimbangan lansekap lebih dari pada
bangunannya, preservasi dan pembangunan baru; perdesaan yang
perkembangannya dipengaruhi kota, rencana lokal, renovasi kota oieh pemerintah
serta kepentingan
Menurut
Pierre Merlin dan Francoise Choay (1988: 677 & 851) perancangan kota adalah
proses dari konsep dan realisasi arsitektur yang memungkinkan penguasaan
pengaturan formal dari perkembangan kota, yang menyatukan perubahan dan kemapanan. la adalah pertengahan dari praktek arsitek yang
berkonsentrasi pada konsep formal dan realisasi arsitektural dalam konstruksi
bangunan dan perancang kota yang berkonsentrasi pada pembagian dan penggunaan
yang kurang sempurna dari sumber-sumber kepemilikan dan penghancuran yang tidak
perlu dari bagian-bagian bersejarah sehingga terintegrasinya kesatuan dan
keindahan dalam lingkungan terbangun.
Kekeliruan
yang sering dilakukan dalam urban planning menurut Danisvvoro adalah
melihat kota sebagai 'subyek fisik' bukan sebagai 'subyek sosial'. Sebuah kota
tidak hanya direncanakan, melainkan dirancang. Berdasarkan ha! tersebut, beliau
mendefinisikan urban design sebagai berikut:
a) Urban
Design merupakan jembatan yang diperlukan untuk
menghubungkan secara layak, berbagai kebijaksanaan perencanaan kota dengan produk-produk
perancangan fisiknya.
b) Urban
Design merupakan suatu proses yang memberikan
arahan, bagi terwujudnya suatu lingkungan binaan fisik yang Iayak dan sesuai
dengan aspirasi masyarakat, kemarnpuan sumber daya setempat, serta daya dukung
lahannya.
Definisi
dari Danisworo tersebut merupakan suatu gabungan definisi antara Shirvani
dengan Catanese & Snyder, yang menjelackan posisi urban design dalam
lingkup perancangan kota. Disamping itu, ia juga menjelaskan arah dan tujuan
dan proses tersebut.
Urban
Design menurut Andy Siswanto sebenarnya adaiah
sebuah disiplin perancangan yang merupakan pertemuan dari arsitektur,
perencanaan dan pembangunan kota. Lebih jauh lagi, Urban Design adalah
menterjemahkan kedua bidang riset perkotaan dan arsitektural sedemikian rupa,
sehingga ruang dan bangunan perkotaan dapat dimanfaatkan, sosial, artistik,
berbudaya dan optimal secara teknis maupun ekonomis
Namun demikian, terkadang definisi Urban Design banyak
disalahartikan,
dimana arsitek sendiri sering terkonsentrasi pada
perancangan bangunan sebagai sosok tunggal yang terisolasi dari kawasan, tidak merespon dan, terintegrasi dengan tipologi morfologi arsitektur, serta
struktur fisik kawasan. Pendapat ini
sama dengan Danisworc yang mendefinisikan
urban design berdasarkan posisinya dalam proses perancangan suatu kota, dan menjelaskan fungsi clan tujuan dari proses tersebut.
Disain kota atau Urban Design, dapat didefinisikan
sebagai bagian dari rangkaian perencanaan kota, yang
rnenyangkut seal estetika, yang akan
mengatur dan menata bentuk serta penampilan
dari suatu kota (Djoko Sujarto). Pendapat ini berbeda dengan beberapa definisi diatas, Djoko Sujarto lebih menekankan pandangannya pada segi estetika.
Berdasarkan atas beberapa analisa tersebut, banyak
ditemui adanya kesamaan-kesamaan
pandangan persepsi, mengenai pengertian
dan definisi dari urban design, antara lain:
a)
Lebih menekankan pada aspek perancangan secara fisik, daripada perencanaan.
b)
Lebih condong pada suatu nilsi estetis, daripada fungsi
dan penampilan fisiknya.
c)
Sama-sama menekankan pada aspek saling keterkaitan dalam
proses perancangan, antara dampak yang satu dengan
yang lainnya.
Disamping beberapa kesamaan pandangan tersebut, ada pula beberapa perbedaan yang dapat ditemukan, terutama dalam
hal penekanan masalah yang rnenyangkut pengertian dan definisi Urban Design,
yaitu antara lain:
a)
Shirvani dan Danisworo, lebih menekankan pada kebijakan
dan manajemen pembangunan, dalam perancangan fisik kota.
b)
Catanese dan Snyder dalam definisinya, lebih menekankan
pada kebijakan dan manajemen pembangunan, dalam perancangan fisik kota.
c)
Andy Siswanto dan Djoko Sujarto iebih menekankan urban
design dalam posisinya, yaitu sebagai suatu penghubung antara dua disiplin
ilmu, yang menjadi bagian dari suatu proses perancangan kota.
d)
Jo Santoso iebih menekankan pada latar belakang dari timbulnya proses perancangan tersebut, dibandingkan
dengan pembahasan tentang proses itu sendiri.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya urban design adalah merupakan suatu disiplin perancangan, yang
merupakan suatu jembatan antara perencanaan kota dan arsitektur, dan berkaitan
erat dengan kebijakan dalam perancangan dan manajemen pembangunan fisik kota,
yang perhatian utamanya adalah pada bentuk fisik kota dan lingkungannya, baik
daiam bentuk lingkungan alami, maupun lingkungan binaan, yang sesuai dengan
aspirasi masyarakat, kernampuan sumberdaya setempat, serta daya dukung
lahannya, dan diatur sedemikian rupa, sehingga ruang dan bangunan perkotaan
tersebut dapat dimanfaatkan, sosial, artistik, berbudaya dan optimal, secara
teknis maupun ekonomis.
b. Perkembangan kota
Perkembangan kota (urban
development) dapat diartikan sebagai suatu perubahan menyeluruh, yaitu yang
menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat kota secara menyeluruh, baik
perubahan sosial ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik.
Kota merupakan simbol dari kemajuan
Perekonomian dan Teknologi suatu wilayah atau negara. Pesatnya penumbuhan
ekonomi dan perkembangan teknologi telah mendorong berkembangnya kota-kota di
Indonesia dan Dunia. Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan kota tersebut,
selain berdampak positif berupa meningkatnya kesejahteraan, ternyata juga
menimbulkan dampak negatif yang sangat kompleks.
Perkembangan Kota berdasarkan :
·
Kota
sebagai pusat perekonomian :
Terdapat bangun-bangunan besar
sebagai sarana dan prasarana penunjang perekonomian (Pertokoan, Supermarkaet,
Mall, Swalayan, Caffe, Bank, Prabik, dll)
·
Kota
sebagai pusat pemerintahan :
Terdapat
bangunan-bangunan maupun kompleks Perkantoran.
·
Infrastruktur
penunjang perkotaan lainnya :
Bandara,
stasiun, jalan, jembatan, hotel, perumahan, dll.
Disamping itu terdapat pula
fasilitas pendidikan dan kesehatan yang lengkap dan memadai.
Tahap Perkembangan Kota :
Menurut
Lewis Mumford, Tahap perkembangan kota ada 6 tahap :
·
Tahap
Eopolis : Tahapan perkembangan desa
yang sudah teratur menuju arah kehidupan kota
·
Tahap
Polis : Suatu kota
yang sebagian penduduknya masih agraris
·
Tahap
Metropolis : Kota yang kehidupannya sudah
mengarah industri
·
Tahap
Megapolis : Wilayah perkotaan yang
terdiri dari beberapa kota metropolis
·
Tahap
Tryanopolis : Suatu kota yang
ditandai dengan adanya kekacauan , kemacetan lalu lintas , tingkat kriminalitas
·
Tahap
Nekropolis : Suatu kota yang mulai
ditinggalkan penduduknya / kota mati
Faktor yang mempengaruhi
perkembangan kota :
·
Faktor
Alamiah : Lokasi , Fisiografi , Kekayaan Alam
·
Faktor Sosial : Penduduk , Kebijaksanaan Pemerintah
Dampak Negatif dari Perkembangan Perkotaan
:
Pada tahun 1990 PBB mengeluarkan laporan kegiatannya
selama 45 tahun (1945-1990), yakni masalah Urbanisasi. Lebih dari 40 persen penduduk dunia
bertempat tinggal di kota-kota.
Alasan utama bagi para penduduk
melakukan urbanisasi yakni untuk mencari pekerjaan, tempat tinggal dan
pelayanan sosial yang lebih baik. Kota sebagai pusat perekonomian memiliki daya
tarik yang tinggi bagi para penduduk pedesaan untuk melakukan urbanisasi.
Dampak negatif dari perkembangan perkotaan antara lain :
·
Kemacetan
lalulintas
·
Kepadatan penduduk
·
Pencemaran
lingungan
·
Persediaan air bersih yang tidak memadai, dll
Pertumbuhan dan perkembangan kota
pada prisipnya menggambarkan proses berkembangnya suatu kota. Pertumbuhan kota
mengacu pada pengertian secara kuantitas, yang dalam hal ini diindikasikan oleh
besaran faktor produksi yang dipergunakan oleh sistem ekonomi kota tersebut.
Semakin besar produksi berarti ada peningkatan permintaan yang meningkat.
Sedangkan perkembangan kota mengacu pada kualitas, yaitu proses menuju suatu
keadaan yang bersifat pematangan. Indikasi ini dapat dilihat pada struktur
kegiatan perekonomian dari primer kesekunder atau tersier. Secara umum kota
akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan melalui keterlibatan aktivitas
sumber daya manusia berupa peningkatan jumlah penduduk dan sumber daya alam
dalam kota yang bersangkutan .
Pada umumya terdapat tiga faktor
utama yang mempengaruhi perkembangan kota, yaitu:
a) Faktor penduduk, yaitu adanya
pertambahan penduduk baik disebabkan karena pertambahan alami maupun karena
migrasi.
b) Faktor sosial ekonomi, yaitu
perkembangan kegiatan usaha masyarakat.
c) Faktor sosial budaya, yaitu adanya
perubahan pola kehidupan dan tata cara masyarakat akibat pengaruh luar,
komunikasi dan sistem informasi.
Perkembangan suatu kota juga
dipengaruhi oleh perkembangan dan kebijakan ekonomi. Hal ini disebabkan karena
perkembangan kota pada dasarnya adalah wujud fisik perkembangan ekonomi
(Firman, 1996). Kegiatan sekunder dan tersier seperti manufaktur dan jasa-jasa
cenderung untuk berlokasi di kota-kota karena faktor “urbanization economics”
yang diartikan sebagai kekuatan yang mendorong kegiatan usaha untuk berlokasi
di kota sebagai pusat pasar, tenaga kerja ahli, dan sebagainya.
Perkembangan kota menurut Raharjo
dalam Widyaningsih (2001), bermakna perubahan yang dialami oleh daerah
perkotaan pada aspek-aspek kehidupan dan penghidupan kota tersebut, dari tidak
ada menjadi ada, dari sedikit menjadi banyak, dari kecil menjadi besar, dari
ketersediaan lahan yang luas menjadi terbatas, dari penggunaan ruang yang
sedikit menjadi teraglomerasi secara luas, dan seterusnya.
Dikatakan oleh Beatley dan Manning
(1997) bahwa penyebab perkembangan suatu kota tidak disebabkan oleh satu hal
saja melainkan oleh berbagai hal yang saling berkaitan seperti hubungan antara
kekuatan politik dan pasar, kebutuhan politik, serta faktor-faktor sosial
budaya.
Teory Central Place dan 1Urban Base merupakan
teori mengenai perkembangan kota yang paling populer dalam menjelaskan
perkembangan kota-kota.
c.
Interaksi perencanaan kota dengan pembangunan desa
Pengertian Interaksi
Interaksi
desa kota adalah proses hubungan yang bersifat timbal balik antar unsur-unsur
yang ada dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan
melalui kontak langsung, berita yang didengar atau surat kabar sehingga
melahirkan sebuah gejala baru, baik berupa fisik maupun non fisik.
Menurut
Roucek dalam Bintarto, interaksi merupakan suatu proses yang sifatnya
timbal-balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak yang
bersangkutan melalui kontak langsung, melalui berita yang didengar atau melalui
surat kabar.
Interaksi
adalah kontak atau hubungan yang terjadi antara dua wilayah atau lebih
(perkotaan dengan pedesaan) beserta hasil hubungannya. Interaksi antara desa
dan kota terjadi karena berbagai faktor atau unsur yang ada dalam desa, kota
dan diantara desa dan kota. Kemajuan masyarakat desa, perluasan jaringan jalan
desa-kota, integrasi atau pengaruh kota terhadap desa, kebutuhan timbal balik
desa-kota telah memacu interaksi desa-kota.
Dengan adanya kemajuan di bidang
perhubungan dan lalu lintas antar-daerah, maka sifat isolasi desa
berangsur-angsur berkurang. Desa-desa yang dekat dengan kota telah banyak
mendapat pengaruh kota sehingga persentase penduduk desa yang bertani berkurang
dan beralih dengan pekerjaan nonagraris. Daerah-daerah pedesaan di perbatasan
kota yang dipengaruhi oleh tata kehidupan kota disebut “rur-ban areas”
singkatan dari “rural-urban areas”
Dengan perkembangan di bidang
prasarana dan sarana transportasi ada kemungkinan gejala urbanisasi. Dalam hal
ini, perpindahan penduduk desa ke kota dapat berkurang dan mereka cukup dapat
melakukan tugasnya di kota dengan memanfaatkan angkutan umum dan selanjutnya
menjadi penglaju. Perkembangan ini juga mempengaruhi bidang-bidang lain,
seperti pendidikan dan perdagangan.
Gedung-gedung sekolah dapat
didirikan juga di desa-desa yang letaknya jauh dari kota dan para pengajarnya
dapat datang bertugas dari kota kecamatan dan kota kabupaten.
Perdagangan antardesa-kota yang
berupa barang-barang hasil kerajinan tangan dan terutama hasil pertanian dapat
terlaksana dengan lancar sehingga para konsumen di kota masih bisa membeli
sayur-mayur dan buah-buahan yang masih segar. Pasar-pasar kecil juga
bermunculan di tempat-tempat tertentu di tepian kota.
Daerah-daerah rurban ini makin lama
berkembang sebagai desa dagang. Hasil-hasil bumi dari desa dan hasil industri
dari kota diperdagangkan di daerah rurban ini. Bertambahnya penduduk dan
jaringan lalu lintas di daerah ini akan mempercepat terjadinya suatu kota kecil
yang baru.
2) Zone Interaksi
Zone-zone kota-desa yang dapat menimbulkan berbagai wujud
interaksi desa- kota, antara lain:
a)
City diidentikkan dengan kota
b)
Suburban adalah suatu area yang
lokasinya dekat pada pusat kota dengan luas yang mencakup daerah penglaju
(subdaerah perkotaan).
c)
Suburban fringe adalah suatu area
yang melingkari suburban dan merupakan daerah peralihan antara kota dan desa
(jalur tepi subdaerah perkotaan).
d)
Urban fringe adalah semua daerah
batas luar kota yang mempunyai sifat-sifat mirip kota kecuali inti kota (jalur
tepi daerah perkotaan aling luar).
e)
Rural-urban fringe adalah jalur
daerah yang terletak antara kota dan desa yang ditandai dengan penggunaan tanah
campuran (jalur batas desa-kota).
Zone suburban, suburban fringe, urban fringe dan rural urban
fringe yaitu daerah-daerah yang memiliki suasana kehidupan modern yang dapat
disebut daerah perkotaan.
3) Wujud interaksi desa-kota:
Adapun wujud interaksi antar
desa-kota sebagai berikut.
1)
Pegerakan barang dari desa ke kota
atau sebaliknya seperti pemindahan hasi pertanian, produk industri dan barang
tambang.
2)
Pergerakan gagasan dan informasi
terutama dari kota ke desa.
3)
Pergerakan manusia dalam bentuk
rekreasi, urbanisasi, mobilitas penduduk baik yang sifatnya sirkulasi maupun
komutasi.
Interaksi antara desa-kota melahirkan suatu perkembangan
baru bagi desa maupun bagi kota. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan
potensi yang dimiliki desa maupun kota, dan adanya persamaan kepentingan.
4) Faktor yang mempengaruhi interaksi
Menurut Edward Ulman ada 3 faktor
penyebab interaksi antarwilayah, yaitu:
a)
Region Complementary (wilayah yang
saling melengkapi)
Wilayah yang memiliki potensi sumber daya yang berbeda-beda
baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Perbedaan sumber daya kota dan desa
menyebabkan timbulnya interaksi. Jadi ada kebutuhan saling melengkapi atau
komplementaritas. Ini didorong oleh permintaan dan penawaran. Perancis
berdagang anggur dengan Belanda karena Belanda merupakan konsumennya. Relasi
komplementaritas hanya terjadi jika tawaran bermanfaat bagi pihak yang minta.
Manfaatnya ditentukan oleh banyak hal seperti : budaya, pengetahuan, teknik,
kondisi kehidupan dan sebagainya. Semakin besar komplementaritas, semakin besar
arus komoditas.
Manfaat Interaksi Desa-Kota bagi Perkotaan :
1)
Terpenuhinya sumber daya alam
sebagai bahan mentah/bahan baku industri.
2)
Terpenuhinya kebutuhan pokok yang dihasilkan
pedesaan.
3)
Terpenuhinya kebutuhan tenaga kerja
yang dibutuhkan bagi perkotaan.
4)
Tersedianya tempat pemasaran hasil industri.
Manfaat Interaksi Desa-Kota bagi Pedesaan :
1) Terpenuhinya
barang-barang yang tidak ada di desa
2)
Masuknya pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari kota ke
pedesaan.
3) Membuka lapangan
kerja baru di sektor pertanian.
b)
Intervening Opportunity (kesempatan
untuk berintervensi)
Adalah adanya kesempatan untuk timbulnya interaksi
antarwilayah dan dapat memenuhi kebutuhan sumber daya wilayah tersebut. Jadi,
semakin besar intervening opportunity, semakin kecil arus komoditas.
c)
Spatial Transfer Ability (kemudahan
pemindahan dalam ruang)
Kemudahan pemindahan dalam ruang baik berupa barang, jasa,
manusia maupun informasi. Proses pemindahan dari kota ke desa atau sebaliknya
dipengaruhi antara lain :
1) Jarak mutlak maupun
jarak relatif antarwilayah
2) Biaya transportasi
dari satu tempat ke tempat yang lain
3) Kelancaran
transportasi antar wilayah
2.5. Menganalisis masalah dan lingkungan perkotaan
Kota secara fisik dapat
didefinisikan sebagai area yang terdiri atas bangunan-bangunan yang saling
berdekatan yang berada di atas tanah atau dekat dengan tanah,
instalasi-instalasi di bawah tanah dan kegiatan-kegiatan di dalam ruangan
kosong di angkasa. Bangunan merupakan tempat yang dapat memberikan perlindungan
bagi manusia untuk dapat bertahan hidup. Oleh karenanya, bangunan merupakan
unsur pertama yang dibangun di kota setelah air dan makanan tersedia.
Kategori
utama penggunaan bangunan yang terdiri atas permukiman, komersial, industri,
pemerintahan, transportasi merupakan unsurunsur pembentuk pola penggunaan tanah
kota. Selain tersusun atas bangunan seperti kategori di atas, kota juga
berisikan struktur atau bangunan yang lain yang bukan berupa bangunan gedung,
yaitu: jembatan, gardu-gardu listrik, pengilangan minyak, dan berbagai
instalasi lain yang tidak lazim disebut sebagai bangunan, karena struktur bangunan
tersebut tidak sebagaimana bangunan umumnya dalam hal menutupi tanah yang ada
dibawahnya. Struktur-struktur yang bukan berupa bangunan juga memiliki fungsi
yang penting bagi sebuah kota, sebagaimana pentingnya bangunan gedung. Kota
juga tersusun atas jaringan utilitas yang berada di bawah permukaan tanah.
Bangunan gedung di atas baik yang digunakan untuk permukiman, komersil,
industri, pemerintahan maupun transportasi akan terhubung dengan jaringan
utilitas umum yang ada di bawah tanah seperti jaringan air bersih, kabel
telepon, saluran pengolahan limbah, bak-bak penampungan, gorong-gorong, saluran
irigasi dan pengendali banjir.
Secara
sosial kota dapat dilihat sebagai komunitas yang diciptakan pada awalnya untuk
meningkatkan produktivitas, melalui konsentrasi dan spesialiasi tenaga kerja
dan memungkinkan adanya diversitas intelektual, kebudayaan, dan kegiatan
rekreatif di kota-kota. Suatu wilayah disebut sebagai kota jika wilayah
tersebut mampu untuk menyediakan kebutuhan/pelayanan yang dibutuhkan oleh
penduduk pada komunitas tersebut.
1.
Masalah Permukiman
Pada dasarnya kota terdiri dari
bangunan tempat tinggal, perkantoran dan perniagaan. Gambaran tentang satu kota
selalu berupa susunan bangunan fisik yang berjejer sepanjang jalan ekonomi,
gugus perkantoran pemerintahan dan perniagaan, perkampungan atau permukiman
warga kota, rumah ibadah dan pertamanan. Seluruh bangunan fisik ini biasanya
berkembang lebih lambat dibanding dengan pertambahan penduduk kota, baik
pertambahan penduduk kota secara alami maupun karena derasnya arus urbanisasi.
Permukiman sebagai bagian dari
lingkungan hidup dan merupakan lingkungan hidup buatan adalah salah satu hasil
kegiatan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Permukiman terdiri
dari kumpulan rumah yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan, dan berfungsi
sebagai sarana tempat tinggal untuk beristirahat setelah melakukan tugas
sehari-hari, tempat bernaung dan melindungi diri maupun keluarganya untuk
mencapai kesejateraan dan kebahagiaan lahir dan batin.
Permukiman sebagai wadah kehidupan
manusia bukan hanya menyangkut aspek fisik dan teknis saja tetapi juga aspek
sosial, ekonomi dan budaya dari para penghuninya. Tidak hanya menyangkut
kuantitas melainkan juga kualitas. Selama ini kawasan pemukiman baru lebih ditekankan
pada aspek fisik bangunannya saja. Sedangkan permukiman lama yang sudah ada
tumbuh dan berkembang dengan pesat tanpa terkendali karena kurang adanya tertib
dan pengawasan pembangunan. Kedua hal di atas tersebut mengakibatkan semakin
menurunnya kualitas permukiman dalam arti
·
Kepadatan
bangunan yang terlalu tinggi.
·
Lenyapnya taman-taman dan ruang
terbuka.
·
Tidak
mencukupinya jaringan air bersih, listrik dan pembuangan air kotor.
·
Berkurangnya
tingkat pelayanan dan fasilitas umum seperti sekolah, tempat pertemuan dan
olahraga, rekreasi, dan lain-lain.
·
Hilangnya
ciri-ciri khas atau karakter spesifik dari daerah permukiman tertentu.
Menurunnya kualitas permukiman yang
disertai dengan meningkatnya pencemaran lingkungan dan menipisnya sumber daya
alam merupakan masalah penting bagi seluruh negara di dunia. Pembangunan dan
pengembangan kawasan permukiman merupakan prakondisi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Sebab produktivitas manusia terutama sekali
tergantung pada tersedianya wadah yang memadai untuk bekerja, beristirahat
sekeluarga dan bermasyarakat.
Agar suatu permukiman dapat
dikatakan baik, maka suatu permukiman harus memenuhi syarat-syarat tertentu,
antara lain
a. Lokasi
kawasan yang baik, seperti tidak terganggu polusi, tidak berada di bawah
permukaan air setempat, mempunyai kemiringan rata-rata, memberikan kemungkinan
untuk perkembangan selanjutnya, ada keterpaduan antara tatanan kegiatan alam
yang mewadahinya.
b. Kualitas
hunian yang baik, seperti kualitas bahan bangunan yang memenuhi syarat,
ventilasi yang cukup, kepadatan bangunan, perbandingan antara luas bangunan
dengan kepadatan penghuni, tersedianya penampungan dan pembuangan kotoran
manusia.
c. Ada
prasarana lingkungan yang baik, seperti jalan, air bersih, saluran air minum, saluran
air limbah, salurran air hujan, pembuangan sampah, dan tersedianya jaringan
listrik. Sarana lingkungan yang sesuai dengan kepadatan penduduk, seperti
sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, ruang terbuka hijau, dan lain-lain.
2.
Masalah Lingkungan
Laju urbanisasi dan pembangunan kota
yang tinggi akan membawa dampak tersendiri bagi lingkungan hidup di dalam
maupun di sekitar kota. Perkembangan aktivitas ekonomi, social, budaya dan
jumlah penduduk membawa perubahan besar dalam keseimbangan lingkungan hidup di
kota. Aktivitas kota dan pertumbuhan penduduk tersebut telah menyita areal
taman, tanah kosong, hutan ladang di sekelilingnya untuk tempat tinggal, tempat
usaha, tempat pendidikan, kantor, ataupun tempat berolahraga dan untuk jalan.
Hal ini otomatis memperburuk keseimbangan lingkungan mulai dari menciutnya
areal tanaman, merosotnya daya absorbsi tanah yang kemudian sering berakibat
banjir apabila hujan, sampai masalah sampah dengan segala akibatnya.
Demikian pula dengan perkembangan
industri dan teknologi mencemari lingkungan dengan asap knalpopt kendaraan
bermotor, jelaga dari cerobong pabrik, air buangan pabrik dan segala buangan
produk obat-obatan anti hama seperti DDT dan lain-lain. Sampah plastik juga
turut menambah permasalahan bagi lingkungan hidup karena tidak hancur lebur
dengan tanah seperti sampah daun atau sampah lainnya yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Akibat dari pembangunan kota dan perkembangan teknologi ini
adalah timbulnya pencemaran lingkungan yang berupa
·
Pencemaran
udara;
·
Pencemaran air;
·
Pencemaran tanah;
·
Kebisingan.
Akibat atau bahaya yang ditimbulkan
oleh pencemaran lingkungan secara garis besar merugikan manusia, terutama
mereka yang tinggal di kota. Kota-kota di Indonesia dan beberapa kota dunia,
umumnya menjadi pelanggan penyakit menular seperti kolera, thypus, sesak nafas
dan lain-lain. Udara di kota menjadi panas dan berdebu. Air minum tercemar oleh
berbagai macam bakteri dan zat kimia yang merugikan kesehatan
Bahaya pencemaran lingkungan hidup
di kota-kota Indonesia semakin hari semakin serius dan akan memberi dampak yang
berbahaya pada jangka panjang jika tidak segera diambil langkah-langkah konkrit
dalam menanggulangi masalah lingkungan hidup. Beberapa langkah yang dapat
diambil oleh pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi masalalah lingkungan
hidup antara lain
·
Menciptakan
peraturan standar yang mengatur segala seluk beluk persyaratan pendirian pabrik
atau industri;
·
Adanya
perencanaan lokasi industri yang tepat dan relokasi bagi industry yang pada
saat ini dirasa sudah kurang tepat;
·
Memilih
proses industri yang minim polusi dilihat dari segi bahan baku, reaksi kimia,
penggunaan air, asap, peyimpanan bahan baku dan barang jadi, serta transportasi
dan penyaluran cairan buangan;
·
Pengelolaan
sumber-sumber air secara berencana disertai pengamatan terhadap segala aspek
yang berhubungan dengan pengolahan air tersebut berikut saluran irigasi yang
teratur. Cairan buangan yang berasal dari pabrik yang belum dijernihkan jangan
beracmpu dengan sungai yang biasanya banyak dipakai untuk kepentingan air minum
dan air cuci;
·
Pembuatan
sistem pengolahan air limbah secara kolektif dari seluruh industri yang berada
di daerah industri tertentu;
·
Penanaman
pohon-pohon secara merata dan berencana di seluruh kota yang diharapkan dapat
mengurangi debu, panas dan sekaligus menghisap zat kimia yang beterbangan
diudara yang kalau mendarat di paru-paru atau bahan makanan dapat menimbulkan
penyakit.
·
Peraturan
dan penggunaan tanah berdasar rencana induk pembangunan kota sesuai dengan
peruntukannya secara berimbang.
·
Perbaikan
lingkungan sosial ekonomi masyarakat hingga mencapai taraf hidup yang memenuhi
pendidikan, komunikasi dan untuk belanja seharihari.
Penduduk kota tidak akan sempat
berpikir tentang masalah lingkungan hidup kalau tingkat kesejateraan mereka
masih di bawah ratarata.
3.
Masalah Pendidikan dan Kesehatan
Pendidikan dan kesehatan merupakan
tujuan pembangunan yang mendasar. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan,
dan pendidikan adalah hal pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan
berharga; keduanya adalah hal yang fundamental untuk membentuk kemampuan
manusia yang lebih luas yang berada pada inti pembangunan. Pendidikan memainkan
peranan utama dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap
teknologi modern untuk mengembangkan kapasitas agara tercipta pertumbuhan serta
pembangunan yang berkelanjutan. Demikian pula halnya dengan kesehatan,
kesehatan merupakan prasyarat bagi peningkatan produktivitas, sementara
keberhasilan pendidikan juga bertumpu pada kesehatan yang baik. Oleh karena itu
kesehatan dan pendidikan juga dapat dilihat sebagai komponen pertumbuhan dan
pembangunan yang vital sebagai input fungsi produksi agregat. Peran gandanya
sebagai input maupun output menyebabkan kesehatan dan pendidikan sangat penting
dalam pembangunan ekonomi
Karena
perannya yang sangat penting maka pelayanan pendidikan dan kesehatan harus
senantiasa ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. pada tahun 1950,
sebanyak 280 dari setiap 1.000 anak di semua negara berkembang meninggal
sebelum mencapai usia lima tahun. Pada tahun 2002, angka tersebut telah menurun
menjadi 120 per 1.000 di negara-negara miskin, dan 37 per 1.000 di
negara-negara berpendapatan menengah, sementara negara-negara berpendapatan
tinggi berhasil menekan angka tersebut menjadi 7 per 1.000 anak. Demikian pula
halnya dengan pendidikan, sejak beberapa dekade terakhir kemampuan baca tulis (literacy)
dan pendidikan dasar sudah dinikmati secara meluas oleh sebagian besar orang di
negara-negara berkembang. PBB melaporkan bahwa walaupun masih terdapat 857 juta
orang berusia di atas 15 tahun yang buta huruf di dunia pada tahun 2000, namun
sekarang 80 persen penduduk dunia telah mampu membaca dan menulis dibandingkan
dengan 63 persen pada tahun 1970.
Pertumbuhan
sudah barang tentu dapat juga terjadi melalui pembentukan modal kovensional
meskipun tenaga buruh yang ada kurang terampil dan kurang pengetahuan. Tetapi
laju pertumbuhan tersebut akan sangat terbatas tanpa adanya faktor modal
manusia. Karena itu, modal manusia diperlukan untuk menyiapkan tenaga-tenaga
pemerintahan yang semakin penting untuk memperkenalkan system baru penggunaan
lahan dan metode baru pertanian, untuk membangun peralatan baru komunikasi,
untuk melaksanakan industrialisasi, dan untuk membangun sistem pendidikan.
Dengan kata lain, pembaharuan atau proses perubahan dari masyarakat statis atau
tradisional, memerlukan sejumlah besar modal manusia strategis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa
Kota merupakan kawasan pemukiman yang
secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata
ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya
secara mandiri.Pengertian "kota" sebagaimana yang diterapkan di Indonesia
mencakup pengertian "town" dan "city" dalam bahasa Inggris.
Selain itu, terdapat pula kapitonim
"Kota" yang merupakan
satuan administrasi negara di bawah provinsi.
Artikel ini membahas "kota" dalam pengertian umum (nama jenis, common
name).
Masyarakat Perkotaan adalah masyarakat yang dihuni oleh
orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Masyarakat kota ini pada
umumnya telah mengikuti dampak dari era globalisasi sehingga sering kali pada
umumnya muncullah suatu individualisme yakni kurangnya rasa sosialisasi dengan
orang lain. Perencanaan kota merupakan pengorganisasian, atau
memengaruhi, distribusi penggunaan tanah dalam wilayah yang telah dibuat atau
dimaksudkan untuk dibuat. Selain itu juga ada beberapa permasalahan yang
dihadapi oleh kota seperti
1. Masalah
Permukiman
Pada dasarnya
kota terdiri dari bangunan tempat tinggal, perkantoran dan perniagaan. Gambaran
tentang satu kota selalu berupa susunan bangunan fisik yang berjejer sepanjang
jalan ekonomi, gugus perkantoran pemerintahan dan perniagaan, perkampungan atau
permukiman warga kota, rumah ibadah dan pertamanan. Seluruh bangunan fisik ini
biasanya berkembang lebih lambat dibanding dengan pertambahan penduduk kota,
baik pertambahan penduduk kota secara alami maupun karena derasnya arus
urbanisasi.
2. Masalah
Lingkungan
Laju urbanisasi dan pembangunan kota yang tinggi akan
membawa dampak tersendiri bagi lingkungan hidup di dalam maupun di sekitar
kota. Perkembangan aktivitas ekonomi, social, budaya dan jumlah penduduk
membawa perubahan besar dalam keseimbangan lingkungan hidup di kota. Aktivitas
kota dan pertumbuhan penduduk tersebut telah menyita areal taman, tanah kosong,
hutan ladang di sekelilingnya untuk tempat tinggal, tempat usaha, tempat
pendidikan, kantor, ataupun tempat berolahraga dan untuk jalan. Hal ini
otomatis memperburuk keseimbangan lingkungan mulai dari menciutnya areal
tanaman, merosotnya daya absorbsi tanah yang kemudian sering berakibat banjir
apabila hujan, sampai masalah sampah dengan segala akibatnya.
3.
Masalah Pendidikan dan Kesehatan
Pendidikan dan kesehatan merupakan
tujuan pembangunan yang mendasar. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan,
dan pendidikan adalah hal pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan
berharga; keduanya adalah hal yang fundamental untuk membentuk kemampuan
manusia yang lebih luas yang berada pada inti pembangunan
DAFTAR
PUSTAKA
Taringan,Robinson.
2006. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta :
Bumi Aksara
Djojodipuro Marsudi. 1992. Teori Lokasi.
Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
Daldjoeni, N 1987 . Geografi Kota dan Desa. Bandung Alumni
Daldjoeni, N. 1992 Seluk Beluk Masyarakat Kota ( pusparagam sosiologi kota dan Ekologi Sosial ). Bandung : Alumni
Syahriatarto. Sistem perencanaan kota. (online)
http://husainaltidore.blogspot.co.id/2014/12/makalah-geo-deskot.htm
Langganan:
Postingan (Atom)