Rabu, 01 Juni 2016

makalah geografi perkotaan



Makalah geografi perkotaan
Disusun oleh :
    NAMA               : UNTUNG SUPRAPTO
    NIM                  :  451 414 015
    KELAS            :  A
    KELOMPOK  :  2




PRODI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2016

KATA PENGANTAR

puji dan syukur kehadirat Allah swt. Karena berkat rahmat, inayah, dan ijin-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad saw. Beserta para sahabat, keluarga hingga pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis juga ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Akhirnya, kami menyadari bahwa makalah kami ini sangat jauh dari sempurna baik dalam hal penulisan, isi, maupun kekurangan lainnya. Untuk itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.




                                                                             






Gorontalo,23 Mei 2016


Penyusun





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................... 1
DAFTAR ISI.......................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang................................................................................... 3
1.2  Rumusan masalah ............................................................................. 3
1.3  Tujuan................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Konsep dan ruang lingkup study geografi kota................................. 6
2.2  Teori sebaran kota ............................................................................. 13
2.3  Struktur ruang kota ........................................................................... 24
2.4  Menganalisis perkembangan dan perencanaan kota kaitannya dengan desa         30
2.5  Menganalisis masalah dan lingkungan perkotaan.............................. 41
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan........................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA













BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang


Tujuan dasar perencanaan daerah yaitu memanfaatkan ruang daerah secara optimal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung alam akan tinggal “wacana” saja jika pembangunan tidak dikendalikan secara baik dan benar, terlebih lagi di daerah perkotaan. Kota akan dipadati oleh bangunan-bangunan komersial, komplek-komplek perumahan baru, rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), dsb. Semua itu sebagai pengejawantahan modernisasi dan tingginya tingkat pemenuhan kebutuhan komersial masyarakat kota. Hal ini dapat berlangsung terus tanpa tahu atau tidak mau tahu berapa sebenarnya tingkat kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk mengakses fasilitas-fasilitas tersebut. Hingga tiba pada satu keadaan dimana kota dipadati oleh bangunan.

Hilangnya taman-taman kota, munculnya permukiman-permukiman liar dan kumuh, banjir, kemacetan dimana-mana, polusi udara, air, dan tanah. Hal tersebut dapat terjadi karena kurang terpikirkannya dampak negatif apa yang dapat ditimbulkan oleh keberadaan bangunan-bangunan yang terus dibiarkan tumbuh tersebut terhadap lingkungan di sekitarnya, seperti masih cukup tersediakah daerah resapan air dan ruang terbuka sebagai paru-paru kota? Seberapa besar bangkitan arus lalu lintas yang ditimbulkan oleh adanya bangunan-bangunan tersebut nantinya?, dan sebagainya. Permasalahan-permasalahan mendasar kerap juga muncul sebagai akibat ketidaktahuan atau ketidakperdulian masyarakat terhadap aturan-aturan yang ada
1.2  Rumusan masalah
1.      Apakah pengertian kota ?
2.      Apakah lingkup studi geografi kota ?
3.      Apakah masyarakat kota ?
4.      Bagaimanakah hakikatkonurbasi dan megalopolis ?
5.      Apakah pengertian teori central place theory christaller ?
6.      Apakah yang dimaksud dengan teorilosch ?
7.      Apakah yang dimaksud dengan Teoriinteraksi ?
8.      Apakah yang dimaksud dengan Teorititikhenti ?
9.      Apakah yang dimaksud dengan Teorigrafik/indekskonektivitas?
10.  Apakah yang dimaksud dengan PendekatanLokasi ?
11.  Apakah yang dimaksud dengan PendekatanEkonomi?
12.  Apakah yang dimaksud dengan Pendekatanmorfologi?
13.  Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan system kegiatan?
14.  Apakah yang dimaksud dengan perencanaan kota ?
15.  Apakah yang dimaksud dengan perkembangan kota ?
16.  Apakah yang dimaksud dengan InteraksiPerencanaankotadengan Pembangunan desa
17.  Apa sajakah permasalahan perkotaan ?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian kota
2.      Untuk mengetahui lingkup studi geografi kota
3.      Untuk mengetahui pengertian dari  masyarakat kota
4.      Untuk mengetahui hakikatkonurbasi dan megalopolis kota
5.      Untuk mengetahui pengertian teori central place theory christaller
6.      Untuk mengetahui imaksud dri  teorilosch
7.      Untuk mengetahui maksud dari teori interaksi
8.      Untuk mengetahui maksud dari teori teorititikhenti
9.      Untuk mengetahui maksud dari teori grafik/indekskonektivitas
10.  Untuk mengetahui maksud dari pendekatan lokasi
11.  Untuk mengetahui maksud dari pendekatan ekonomi
12.  Untuk mengetahui maksud dari pendekatan pendekatan morfologi
13.  Untuk mengetahui maksud dari pendekatan system kegiatan
14.  Untuk mengetahui maksud dari  perencanaan kota
15.  Untuk mengetahui maksud dari  perkembangan kota
16.  Untuk mengetahui maksud dari  InteraksiPerencanaankotadengan Pembangunan desa
17.  Untuk mengetahui  permasalahan perkotaan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep dan Ruang Lingkup Studi Geografi Kota
a.      Pengertian kota
Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara mandiri.
Pengertian Kota Menurut para Ahli | Kota adalah sebuah wilayah yang selalu sibuk dengan segala aktivitasnya. Kota selalu dipandang sebagai pusat pendidikan, pusat kegiatan ekonomi, dan pusat pemerintahan. Para ahli memandang kota berdasarkan keahliannya masing-masing sehingga memunculkan perbedaan pengertian tentang kota.
Berikut ini beberapa pengertian kota dari para ahli:
·         Menurut Bintaro: kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis.
·         Menurut Bintaro: Kota adalah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan nonalami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan meterialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.
·         Menurut Max Weber: Suatu tempat dapat disebut kota Jika sebagian besar penduduknya telah mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dari pasar setempat (pasar lokal). Sementara itu. sebagian besar barang-barang yang terdapat di pasar tersebut juga dibuat di daerah setempat dan hanya sebagian kecil saja yang dibawa dari desa. Max Weber lebih menekankan bahwa ciri suatu kota yang paling utama adalah pasarnya.
·         Menurut Christaller: Kota merupakan pusat pelayanan yang berfungsi sebagai penyelenggara dan penyedia jasa-jasa bagi wilayah sekitarnya. Jadi, pada mulanya kota bukan merupakan permukiman, melainkan pusat pelayanan. Seberapa jauh kota menjadi pusat pelayanan bergantung pada seberapa jauh daerah-daerah di sekitarnya (desa) memanfaatkan Jasa kota.
·         Menurut Louis Wirth: Kota adalah permukiman yang relatif besar, padat, dan permanen dengan penduduk yang heterogen kedudukan sosialnya. Oleh karena itu, hubungan sosial antar penghuninya serba longgar, acuh. dan relasinya bukan pribadi (impersonal relations).
·         Menurut Harris dan Ullman: Kota merupakan pusat permukiman dan pemanfaatan bumi oleh manusla. Di tempat itu manusia unggul datarn mengeksploitasi bumi. Hal itu dibuktikan oleh pertumbuhan kota yang sangat pesat dan pernekaran secara terus-menerus.
·         Menurut Marx dan Engels: Kota adalah perserikatan yang dibentuk untuk melindungi hak milik dan untuk memperbanyak alat produksi guna mempertahankan diri dari para penduduknya.
·         Menurut Hofmeister: Kota adalah suatu pemusatan keruangan dari tempat tinggal dan tempat kerja manusia. pertumbuhannya sebagian besar disebabkan oleh pendatang. serta mampu melayani kebutuhan barang dan jasa bagi wilayah yang letaknya jauh.
b.      Lingkup studi geografi kota
Ruang lingkup dalam perkotaan ialah mengenai  kehidupan  serta aktivitas masyarakat perkotaan. Masyarakat perkotan lebih dipahami sebagai kehidupan komunitas yang memiliki sifat kehidupan dan ciri-ciri kehidupannya berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Dalam kehidupan masyarakat perkotaan cenderung heterogen, individual, persaingan  yang tinggi  sehingga  sering menimbulkan  pertentangan atau konflik. Dalam masyarakat kota kebanyakan  pekerjaannya bergantung pada pola industri . Bentuk mata pencaharian primer  seperti sebagai pengusaha, pedagang dan buruh industri. Dan tidak sedikit pula yang bekerja sebagai pemulung, pengemis, tukang sapu jalanan, pedagang  asongan dan lain sebagainya.

c.       Masyarakat kota
Masyarakat dapat mempunyai arti yang luas dan sempit. Dalam arti luas masyarakat adalah ekseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata lain kebulatan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya territorial, bangsa, golongan dan sebagainya.
Sedangkan Masyarakat Perkotaan adalah masyarakat yang dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Masyarakat kota ini pada umumnya telah mengikuti dampak dari era globalisasi sehingga sering kali pada umumnya muncullah suatu individualisme yakni kurangnya rasa sosialisasi dengan orang lain.
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu :
·         kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa
·         orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. Di kota – kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan , sebab perbedaan kepentingan paham politik , perbedaan agama dan sebagainya .
·         Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan , menyebabkan bahwa interaksi – interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada factor kepentingan daripada factor pribadi.
·          pembagian kerja di antra warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata
·          kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa
·          interaksi yang terjai lebih banyak terjadi berdasarkan pada factor kepentingan daripaa factor pribadi
·         pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu
·         perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.
            Masyarakat kota merupakan kelompok penduduk yang anggotanya sangat heterogen terdiri atas masyarakat dari beberapa lapisan atau tingkatan, seperti tingkat pendidikan, status sosial ekonomi dan daerah asal atau kampong halamannya. Penduduk kota dapat dibedakan atas penduduk asli kota dan para imigran, yaitu penduduk desa yang datang kekota untuk tujuan-tujuan tertentu seperti melanjutkan sekolah atau bekerja.
Beberapa ciri masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan, antara lain:
·         Adanya heterogenitas sosial, artinya bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sangat beranekaragam. 
·         Sikap hidup penduduk bersifat egois dan individualistik. Artinya bahwa kebanyakan penduduk kota cenderung lebih memikirkan diri sendiri tanpa mempedulikan anggota masyarakat lainnya. Sikap individualistik ini terjadi akibat persaingan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari antara sesama aggota masyarakat kota sangat tinggi, sehingga masing-masing penduduk disibukkan oleh kepentingan pribadi tanpa harus bergantung pada lorang lain.
·         Hubungan sosial yang bersifat gesselschaft yang artinya bahwa hubungan sesama anggota masyarakat sangat terbatas pada bidang-bidang tertentu saja. Hubungan sosial ini tidak didasarkan pada sifat kekeluargaan atau gotong royong, tetapi lebih didasarkan pada hubungan fungsional, misalnya antara buruh dan majikan, antara sesama karyawan, rekan sejawat, atasan dan bawahan antara teman-teman satu sekolahan dan sebagainya.
·         Adanya segregasi keruangan. Segregasi yaitu pemisahan yang dapat menimbulkan kelompok-kelompok atau kompleks-kompleks tertentu. Contohnya antara lain kompleks pegawai negri sipil, kompleks perumahan tentara, kompleks pertokoan, daerah pecinan, kampung arab, kampung melayu, dan sebagainya. Sebenarnya segregasi ini timbul akibat adanya heterogenitas sosial.
·         Norma-norma keagamaan tidak begitu ketat.
·            Pandangan hidup masyarakat kota lebih rasional dibanding masyrakat desa. Hal ini karena masyarakat kota lebih terbuka dalam menerima budaya baru. Selain itu, laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di daerah perkotaan cepat diterima masyarakat.
Berikut diuraikan beberapa perbedaan antara Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan :
·         Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam, Masyarakat perdesaan berhubungan kuat dengan alam, karena lokasi geografisnyadi daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
·          Pekerjaan atau Mata Pencaharian, Pada umumnya mata pencaharian di dearah perdesaan adalah bertani tapi tak sedikit juga yg bermata pencaharian berdagang, sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha.
·          Ukuran Komunitas, Komunitas perdesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
·         Kepadatan Penduduk, Penduduk desa kepadatannya lbih rendah bila dibandingkan dgn kepadatan penduduk kota,kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dgn klasifikasi dari kota itu sendiri.
·         Homogenitas dan Heterogenitas, Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku nampak pada masyarakat perdesa bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang dgn macam-macam perilaku, dan juga bahasa, penduduk di kota lebih heterogen.
·         Diferensiasi Sosial, Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yg tinggi di dlm diferensiasi Sosial.
·         Pelapisan Sosial, Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam bentuk “piramida terbalik” yaitu kelas-kelas yg tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada diantara kedua tingkat kelas ekstrem dari masyarakat.
Sedangkan secara garis besar faktor-faktor yang menjadi dasar pembeda antara desa dengan kota antara lain:
·         Mata Pencaharian
            Desa pada umumnya masyarakat bermata pencaharian agrarisKota pada umumnya masyarakat bermata pencaharian industrial
·         Ruang Kerja
            Desa memiliki ruang kerja terbuka. Kota memiliki ruang kerja relatif tertutup
·         Musim dan Cuaca
            Sangat menentukan kegiatan masyarakat desa. Tidak banyak menentukan kegiatan masyarakat kota
·         Keahlian atau Keterampilan
            Pada dasarnya bersifat umum dan seragam. Pada dasarnya bersifat khusus /profesional dan beranekaragam
·         Rumah dan Tempat Kerja
            Jarak yang dekat antara rumah dan tempat tinggal di desa. Kota Jarak relatif
·         Kepadatan Penduduk
Desa: Jelas (masih rendah) Kota : Relatif
·         Kepadatan Rumah
Desa: Jelas (masih rendah) Kota :  Relatif
·         Kontak Sosial
            Desa :  kontak sosial yang terjadi rendah namun hubungan atau interaksi yang terjalin baik. Kota : kontak sosial yang terjadi tinggi.
·         Stratifikasi Sosial
            Stratifikasi sosial didesa sederhana. Stratifikasi sosial dikota kompleks
·         Lembaga
            Desa : didasarkan pada hokum informalKota : didasarkan pada hokum formal
·         Kontrol Sosial
                        Kontrol sosial terikat oleh adat dan tradisi
·         Sifat Masyarakat
Masyarakat desa suka untuk bergotong royong . Masyarakat kota cenderung individualis
·         Mobilitas
Didesa mobilitas yang terjadi rendah dengan jarak yang dekatDikota mobilitas yang terjadi tinggi dengan jarak yang beragam
·         Stabilitas Sosial
                        Desa Lebih stabil daripada kota



2.2 Teori sebaran kota
Walter Christaller (1933) dengan model tempat sentral (central lace model) mengemukakan bahwa tanah yang positif adalah tanah yang mendukung pusat kota. Tempat sentral merupakan pusat kota yang memiliki tingkat aktivitas yang tinggi. Berdasarkan prinsip aglomerasi (scale economic atau ekonomi skala menuju efisiensi atau kedekatan menuju sesuatu), ekonomi kota besar menjadi pusat daerahnya sendiri dan pusat kegiatan yang lebih kecil. Sehingga dapat diartikan bahwa kota kecil bergantung pada tersedianya dan adanya kegiatan yang ada pada kota besar.
Christaller mengembangkan model tempat pusat untuk suatu wilayah abstrak dengan ciri-ciri sebagai berikut:
·         Wilayahnya adalah dataran tanpa roman, semua wilayah datar dan sama.
·         Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah (isotropis surface).
·         Penduduk memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada seluruh wilayah.
·         Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimalisasi jarak/biaya
Asumsi-asumsi yang digunakan oleh Christaller dalam penyusunan teori tempat pusatnya yaitu sebagai berikut:
·         Konsumen menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat dinyatakan dalam biaya dan waktu;
·         Jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu.
·          Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat untuk mendapatkan barang dan jasa.
·         Kota-kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah sekitarnya.
·         Wilayah memiliki ciri-ciri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar secara merata.
Menurut teori Christaller, tempat sentral secara hirarki dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
·         Tempat sentral yang berhierarki 3 (K=3) merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang senantiasa menyediakan barang-barang bagi daerah sekitarnya atau disebut juga kasus pasar optimal.
·         Tempat sentral yang berhierarki 4 (K=4) merupakan situasi lalu lintas optimum. Sehingga, daerah tersebut dan daerah sekitarnya yang terpengaruh tempat sentral itu senantiasa memberikan kemungkinan jal
·         ur lalu lintas yang paling efisien.
·         Tempat sentral yang berhierarki 7 (K=7) merupakan situasi administratif yang optimum. Sehingga tempat sentral ini mempengaruhi seluruh bagian wilayah-wilayah tetangga.
Pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagonal (segi enam). Keadaan tersebut akan terlihat jelas di wilayah yang mempunyai dua syarat, yaitu:
·         Topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang medapat pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan.
·         Kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer yang menghasilkan padi-padian, kayu
Penjelasan model Christaller tentang terjadinya mode area pelayanan heksagonal yaitu :
Gambar Model Pelayanan Heksagonal
·         Mula-mula terbentuk area pelayanan berupa lingkaran-lingkaran. Setiap lingkaran memiliki lingkaran pusat dan menggambarkan threshold. Lingkaran-lingkaran ini tidak tumpah tindih (gambar A)
·         Lingkaran-lingkaran berupa range dari pelayanan tersebut yang lingkaran boleh tumpang tindih (gambar B)
·         Range yang tumpah tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan sehingga terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi seluruh dataran yang tidak lagi tumpah tindih (gambar C)
·         Tiap pelayanan berdasarkan tingkat ordernya memiliki heksagonal sendiri-sendiri. Dengan menggunakan k=3, pelayanan orde I lebar heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal orde II. Pelayanan orde II lebar heksagonal adalah 3 kali heksagonal pelayanan orde III dan seterusnya. Tiap heksagonal memiliki pusat yang besar kecilnya sesuai dengan besarnya heksagonal tersebut. Heksagonal yang sama besarnya tidak saling tumpang tindih tetapi antara heksagonal yang tidak sama besarnya akan terjadi tumpang tindih (gambar D)
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa teori tempat pusat Christaller menjelaskan mengenai susunan dari besaran kota, jumlah kota dan distribusinya di dalam satu wilayah. Model Christaller menggambarkan area pusat-pusat kegiatan jasa pelayanan yang cenderung tersebar di dalam wilayah dan membentuk pola heksagonal. Dimana persebaran tersebut dapat memberikan keuntungan optimalpada kegiatan tersebut. Tempat-tempat pusat merupakan tempat yang menyediakan barang dan jasa bagi penduduk daerah.
Elemen-elemen tempat pusat yaitu jangkauan (range), threshold dan fungsi sentral. Ketiga elemen tersebut mempengaruhi terbentuknya tempat pusat dan luasan pasar baik pelayanan barang maupun jasa pada suatu wilayah. Teori tempat pusat merupakan teori mengenai hubungan fungsional antara satu tempat pusat dan wilayah di sekelilingnya. Christaller tidak mendasar pada jangkauan wilayah pasar dan memiliki hierarki-hierarki dalam pola heksagonal. Luas wilayah pasar juga tidak tergantung pada barang yang diproduksi.
a.      Hakikat Konurbasidandan megalopolis
Apakah sesungguhnya wilayah megapolitan itu? Istilah yang digunakan awalnya adalah megalopolis, dicetuskan tahun 1961 oleh seorang ilmuwan Perancis Prof. Jean Gottmann. Pada awalnya beliau menggunakan istilah megalopolis untuk sebuah wilayah perkotaan yang berkembang sangat pesat di sepanjang pesisir timur Amerika Serikat. Istilah itu dia ambil dari sebuah kota raksasa bernama Megalopolis pada zaman Yunani Kuno yang direncanakan dibangun oleh penduduk Peloponnesus Yunani. Impian mereka tidak pernah menjadi kenyataan, kota Megalopolis yang mereka bangun, sekarang ini tidak lebih dari sebuah kota kecil yang tercantum dalam peta modern Peloponnesus. Namun istilah tersebut kurang berkenan bagi beberapa institusi di Amerika Serikat, salah satunya adalah Regional Plan Association, sehingga muncul beberapa istilah seperti transmetropolitan, urban region, dan super city. Tetapi ternyata berbagai macam istilah tersebut tidak dapat diterima secara umum dan akhirnya lambat laun istilah megapolitan (minus “lo“) menjadi kesepakatan bersama.
Istilah megapolitan itu mulai digunakan pada wilayah perkotaan yang berkembang pesat di Amerika Serika, terbentang dari selatan New Hampsire sampai ke utara Virginia dan dari Pantai Atlantic sampai ke kaki Bukit Appalachian. Di sepanjang koridor dengan panjang lebih kurang 600 mil (atau lebih kurang 1000 km) dan lebar bervariasi dari 30 sampai 60 mil tersebut, terdapat pertumbuhan wilayah perkotaan yang tidak terputus yang menyatukan 5 kota metropolitan utama, yaitu Boston, New York, Philadelphia, Baltimore dan Washington (sekarang ini populer dengan sebutan Boswash). Apabila kita melakukan perjalanan menggunakan kendaraan atau naik kereta api di sepanjang koridor ini maka sejauh mata memandang yang tampak hanya bangunan. Jumlah penduduk yang menghuni koridor ini pada tahun 1961 mencapai 37 juta jiwa dengan kepadatan 700 jiwa per mil persegi, sedangkan pada tahun 2003 jumlah penduduknya mencapai 50 juta jiwa dengan kepadatan 1150 jiwa per mil persegi.
Secara geografis wilayah megapolitan umumnya memiliki karakteristik daerah pesisir yang perkembangan koridor wilayahnya ditandai dengan pertumbuhan fisik kota-kota menyatu secara menerus tanpa terputus (konurbasi raksasa), konsentrasi penduduk dan bangunan sangat tinggi, kegiatan sangat heterogen dengan fungsi-fungsi yang padat, corak masyarakat bergaya hidup kota dan tidak ada lagi desa-kota, serta mobilitas sosial ekonomi sangat tinggi. Pengembangan wilayah Megapolitan ditandai juga dengan munculnya begitu banyak pusat kegiatan di sepanjang koridor utama yang tidak lagi hierarkis seperti dalam wilayah metropolitan
Meskipun pada wilayah megapolitan masih terdapat kegiatan pertanian, tetapi secara konstan kegiatan ini mengalami penurunan yang signifikan dan lambat laun akan menghilang dengan sendirinya. Masing-masing wilayah metropolitan atau kota-kota yang termasuk dalam konstelasi wilayah megapolitan tersebut berdiri sendiri-sendiri dan tidak diatur dalam satu otoritas. Masing-masing juga memiliki peraturan pengendaliannya sendiri mengacu kepada aturanaturan maupun kebijaksanaan di tingkat negara bagian.
Pada akhirnya Gottmann menyimpulkan bahwa pengembangan wilayah megapolitan hanya akan mengarah pada satu tatanan saja, yaitu tatanan wilayah perkotaan dengan kegiatan yang sepenuhnya berbasis pada manufaktur dan perdagangan serta kegiatan pertanian sangat terbatas dan pilihan.
Syarat sebuah megapolitan menurut Metropolitan Institute adalah terdiri dari sekurang-kurangnya dua wilayah metropolitan yang telah ada dengan total penduduk lebih dari 10 juta jiwa, terjadi akibat bergabungnya (konurbasi) wilayah mikropolitan dengan wilayah metropolitan yang berdampingan. Mikropolitan adalah suatu daerah hunian pedesaan yang sangat padat dengan corak kehidupan perkotaan. Syarat lainnya adalah wilayah budaya organik dengan latar belakang sejarah dan identitas berbeda, secara umum menempati lingkungan fisik yang sejenis, pusat-pusat utama dihubungkan dengan infrastruktur transportasi primer, membentuk jaringan perkotaan fungsional melalui aliran barang dan jasa, dan suatu wilayah geografis yang berguna dalam perencanaan wilayah skala luas.
Beberapa contoh megapolitan yang berkembang di dunia adalah Northeast, Midwest, Gulcoast, Piedmont, NorCal, Southland, Valley of the Sun, Cascadia, Peninsula, I-35 Corridor, semuanya di Amerika Serikat; Ruhr Area dan sebagian Low Countries, Eropa Daratan; Midland and parts of Northern England (termasuk London ); Tokyo – Osaka, Jepang; dan Gauteng, Afrika Selatan (konurbasi antara Johanesburg, Pretoria dan Vaal Triangle).
b.      Central Place Theory Christaller
Teori ini dikemukakan oleh cristaller ( 1993 ) berdasarkan study nya dijerman pada tahun 1930. Ia mengembangkan lebih lanjut teori – teori yang terlebih dahulu sudah ada mengenai letak industri ( A. Weber 1909 ) dan ( von thienen 1826 ) akan tetapi bertolak dari letak perdagangan dan pelayanan dalam kota ( dalam Daljono, 1992 ). Cristeller dipengaruhi von thunen berusaha menjawab pertanyaan ( Redmana, 1978 dalam Daljoeni, 1992 )
·         Apakah prinsip – prinsip umum yang menentukan jumlah, besarnya dan pemencaran pemukiman manusia
·         Apakah lokasi – lokasi  kota – kota besar dan kecil merupakan hasil dari sebuah kebetulan saja, serta sejarah dimana kota – kota besar tersebut terpencar dalam suatu cara yang seakan – akan tidak dipercaya
·         Apakah lokasi kota – kota tersebut sekedar akibat dari kondisi topografi dan geografis tertentu yang takterelakkan, ataukah akibat dari kepadatan penduduk
Untuk menjawab pertanyaan tersebut ia mengemukakan beberapa kosep: dua diantaranya adalah range ( jangkauan ) dan threshol ( ambang ).
Cristaller membayang kan suatu wilayah ( region ) sebagai suatu dataran yang homogen secara geografis dengan penduduk yang merata persebarannya . penduduk membutuhkan  berbagai barang dan jasa. Semua kebutuhan tadi dua hal yang khas. Yang pertama  disebut range yaitu, jarak yang perlu ditempuh orang untuk mendapatkan barang kebutuhannya hanya kadang – kadang saja ( Daldjoeni, 1992 ). Kedua yang disebut threshold adalah jumlah minimum penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan kesinambungan suplai barang. Beberapa kebutuhan penduduk secara individual hanya dapat dipenuhi oleh seringnya orang bertujuan untuk belanja, sedangkan orang –orang lain hanya dapat dijumpai pada waktu belanja itu.
Menurut teori central place seperti yang dikemukakan oleh Christaller (Daldjoeni, 1992), suatu kota berkembang sebagai akibat dari fungsinya dalam menyediakan barang dan jasa untuk daerah sekitarnya. Teori Urban Base juga menganggap bahwa perkembangan kota ditimbulkan dari fungsinya dalam menyediakan barang kepada daerah sekitarnya juga seluruh daerah di luar batas-batas kota tersebut.  Menurut teori ini, perkembangan ekspor akan secara langsung mengembangkan pendapatan kota. Disamping itu, hal tersebut  akan menimbulkan pula perkembangan industri-industri yang menyediakan bahan mentah dan jasa-jasa untuk industri-industri yang memproduksi barang ekspor yang selanjutnya akan mendorong pertambahan pendapatan kota lebih lanjut (Hendarto, 1997).
c.       Teorilosch
Economics of Location pada tahun 1954. Berbeda dengan teori Webe
yang mengungkapkan teori lokasinya berdasarkan letak bahan baku, teori Losch mengungkapkan teorinya berdasarkan kemampuan sebuah produksi untuk menjaring konsumen sebanyak-banyaknya. Maksudnya, semakin jauh dari pasar maka konsumen menjadi enggan membeli karena mahalnya biaya transportasi menuju tempat penjualan yang jauh. Sehingga produsen harus memilih lokasi industri yang mempunyai tempat yang cukup dekat dengan konsumen agar dapat memperoleh keuntungan yang maksimal.
Dalam teorinya, Losch lebih menyarankan agar lokasi industri terletak dipasar atau mendekati pasar. Ini mempunyai tujuan untuk menemukan pola lokasi industri sehingga dapat ditemukan keseimbangan spasial antar lokasi. Menurut pendapat Losch, dalam lokasi industri yang tampak tidak teratur dapat ditemukan pola keberaturan. Oleh karena itu Losch merupakan pendahulu dalam mengatur kegiatan ekonomu secara spasial dan merupakan pelopor dalam teori ekonomi regional modern. Teori Losch berasumsi bahwa suatu daerah yang homogen yang mempunyai distribusi sumber bahan mentah dan sarana angkutan yang merata serta selera konsumen yang sama. Contoh kegiatan tersebut merupakan pertanian yang mempunyai skala kecil yang pada dasarnya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan masing-masing petani.
Untuk memperoleh keseimbangan, maka ekonomi ruang Losch harus memenuhi syarat sebagai berikut
·         Setiap lokasi industri harus menjamin keuntungan maksimum bagi penjual maupun pembeli;
·         Terdapat cukup banyak usaha pertanian dengan penyebaran cukup merata sehinggan seluruh permintaan yang ada dapat dilayani;
·         Terdapat free entry dan tak ada petani yang memperoleh super-normal profit sehingga tak ada rangsangan bagi petani dari luar untuk masuk dan menjual barang yang sama di daerah tersebut;
·         Daerah penawaran adalah sedemikian hingga memungkinkan petani yang ada untuk mencapai keuntungan dengan besar maksimum
·          Konsumen bersifat indifferent terhadap penjual manapun dan satu-satunya pertimbangan untuk membeli dengan harga yang rendah.
Pada teori ini, wilayah pasar bisa berubah jika terjadi inflasi (perubahan) harga.
Hal ini disebabkan karena produsen tidak dapat memenuhi permintaan dikarenakan jarak yang terlalu jauh sehingga mengakibatkan biaya transportasi naik. Ini akan mengakibatkan harga jualnya juga naik. Karena tingginya harga jual, maka pembelian juga akan berkurang. Hal ini mendorong petani untuk melakukan proses produksi yang sama untuk memenuhi permintaan yang belum terlayani. Dengan banyaknya petani yang menawarkan produk yang sama, maka akan terjadi keadaan seperti berikut
Ø  Permintaan dari seluruh daerah akan terpenuhi;
Ø  Akan terjadi persaingan antar petani penjual yang semakin tajam dan berebut pembeli.
Menurut pendapat Losch pada akhirnya luas daerah pasar masing-masing petani penjual akan menyempit dan dalam keseimbangannya akan terbentuk segienam beraturan. Bentuk ini menggambarkan daerah penjualan terbesar yang masih dapat dikuasai setiap penjual dan berjarak minimum dari tempat lokasi kegiatan produksi yang bersangkutan. Keseimbangan yang dicapai dalam teori ini berasumsi bahwa harga hanya dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran, oleh karena apabila penjual menaikkan harga jualnya maka keseimbangannya akan terganggu. Ini akan berakibat bukan hanya pada pasar yang semakin menyempit karena konsumen tidak mampu membeli tetapi sebagian pasar akan hilanh dan direbut oleh prnjual yang berdekatan. Salah satu cara untuk memperluas jangkauan pasar dapat dilakukan dengan menjual barang yang berbeda dari yang sudah ditawarkan.
Teori sektor yang dikemukakan olah Losch menyebutkan bahwa jaringan heksagon tidaklah sama penyebarannya. Tetapi di sekeliling tempat sentralnya masih ada enam faktor yang memiliki wilayah luas dan ada enam sektor yang memiliki wilayah sempit. Oleh karena itu Losch menggambarkan teori tersebut dalam bentuk roda.
Menurut Losch, munculnya daerah pasar disekeliling setiap tempat sentral juga dipengaruhi oleh adanya jaringan daerah-daerah pasar untuk setiap kelompok barang. Jaringan-jaringan ini terletak secara sistematis di dalam wilayah-wilayah ekonomi yang terbagi di seluruh dunia menurut hukum tertentu.
d.      Teori interaksi
Kaitan Teori Interaksi dan Perencanaan Pembangunan Wilayah. Pada pembahasan mengenai interaksi desa-kota telah dipelajari bahwa interaksi keruangan merupakan suatu hubungan timbal balik (resiprocal relationship) yang saling berpengaruh antara dua wilayah atau lebih yang dapat menimbulkan gejala, kenampakan, atau
permasalahan baru. Kuat-lemahnya interaksi sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi (regional complementary), adanya kesempatan untuk berintervensi (intervening opportunity), serta adanya kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang (spatial transfer ability).
Para ahli banyak yang mengembangkan teori interaksi spasial, seperti K.J. Kansky dan W.J. Reilly. Aplikasi teori-teori interaksi dapat diterapkan dalam perencanaan pembangunan. Misalnya, penempatan lokasi pusat pelayanan masyarakat, pembangunan prasarana transportasi yang dapat membuka keterasingan suatu wilayah dari wilayah lain, dan kemajuan informasi serta teknologi
e.       Teori titik henti
Teori Titik Henti (Breaking Point Theory) merupakan hasil modifikasi dari Model Gravitasi Reilly. Teori ini memberikan gambaran tentang perkiraan posisi garis batas yang memisahkan wilayah-wilayah perdagangan dari dua kota atau wilayah yang berbeda jumlah dan komposisi penduduknya. Teori Titik Henti juga dapat digunakan dalam memperkirakan penempatan lokasi industry atau pusat pelayanan masyarakat. Penempatan dilakukan di antara dua wilayah yang berbeda jumlah penduduknya agar terjangkau oleh penduduk setiap wilayah.
Menurut teori ini jarak titik henti (titik pisah) dari lokasi pusat perdagangan (atau pelayanan sosial lainnya) yang lebih kecil ukurannya adalah berbanding lurus dengan jarak antara kedua pusat perdagangan. Namun, berbanding terbalik dengan satu ditambah akar kuadrat jumlah penduduk dari kota atau wilayah yang penduduknya lebih besar dibagi jumlah penduduk kota yang lebih sedikit penduduknya.
Berkaitan dengan perencanaan pembangunan wilayah, Model Gravitasi dan Teori Titik Henti dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pertimbangan faktor lokasi. Model Gravitasi dan Teori Titik Henti dapat dimanfaatkan untuk merencanakan pusat-pusat pelayanan masyarakat, seperti pusat perdagangan (pasar, super market, bank), kantor pemerintahan, sarana pendidikan dan kesehatan, lokasi industri, ataupun fasilitas pelayanan jasa masyarakat lainnya
f.       Teori grafik
Salah satu faktor yang mendukung kekuatan dan intensitas interaksi antarwilayah adalah kondisi prasarana transportasi yang menghubungkan suatu wilayah dengan wilayah lain di sekitarnya. Jumlah dan kualitas prasarana jalan, baik jalan raya, jalur udara, maupun laut, tentunya sangat memperlancar laju dan pergerakan distribusi manusia, barang, dan jasa antarwilayah. Anda tentu sependapat bahwa antara satu wilayah dan wilayah lain senantiasa dihubungkan oleh jalur-jalur transportasi sehingga membentuk pola jaringan transportasi. Tingkat
kompleksitas jaringan yang menghubungkan berbagai wilayah merupakan salah satu indikasi kuatnya arus interaksi. Sebagai contoh, dua wilayah yang dihubung kan dengan satu jalur jalan tentunya memiliki kemungkinan hubungan penduduknya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dua wilayah yang memiliki jalur transportasi yang lebih banyak
Untuk menganalisis potensi kekuatan interaksi antarwilayah ditinjau dari struktur jaringan jalan sebagai prasarana transportasi, K.J. Kansky mengembangkan Teori Grafik dengan membandingkan jumlah kota atau daerah yang memiliki banyak rute jalan sebagai sarana penghubung kota-kota tersebut. Menurut Kansky, kekuatan interaksi ditentukan dengan Indeks Konektivitas. Semakin tinggi nilai indeks, semakin banyak jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota atau wilayah yang sedang dikaji. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap potensi pergerakan manusia, barang, dan jasa karena prasarana jalan sangat memperlancar tingkat mobilitas antarwilayah.
2.3 Struktur ruang kota
a. Pendekatan lokasi
Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada eksistensi ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena geosfer tertentu dengan varaibel lingkungan yang ada. Dalam pendekatan kelingkungan, kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan (1) fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta relik fisik tindakan manusia. (2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta kesadaran akan lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan geografi sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua aspek, yaitu lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan fenomena (phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup dua aspek, yaitu pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua aspek  penting dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan budaya gagasan-gagasan geografi, dan proses sosial ekonomi dan perubahan nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan yang penting adalah perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya.
Lingkungan fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan manusia dan fenomena alam. Relik fisik tindakan manusia mencakup penempatan urutan lingkungan danmanusia sebagai agen perubahan lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk dan proses organik termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik.Studi mandalam mengenai interelasi antara fenomena-fenomena geosfer tertentu padawilayah formal dengan variabel kelingkungan inilah yang kemudian diangap sebagai cirikhas pada pendekatan kelingkungan. Keenam pertanyaan geografi tersebut selalu menyertai setiap bentuk analisis geografi. Sistematika tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Kerangka umum analisis pendekatan kelingkungan dapat dicontohkan sebagai berikut. Masalah yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto Pujon Malang. Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan dapat diawali dengan tindakan sebagai berikut.
·         mengidentifikasi kondisi fisik di lokasi tempat terjadinya banjir dan tanahlongsor. Dalam identifikasi itu juga perlu dilakukan secara mendalam, termasuk mengidentifikasi jenis tanah, tropografi, tumbuhan, dan hewan yang hidup di lokasi itu.
·         mengidentifikasi gagasan, sikap dan perilaku masyarakat setempat dalam mengelola alam dilokasi tersebut.
·          mengidentifikasi sistem budidaya yang dikembangkan untuk memenuhikebutuhan hidup (cara bertanam, irigasi, dan sebagainya).
·          menganalisis hubungan antarasistem budidaya dengan hasil dan dampak yang ditimbulkan.
·          mencari alternatif  pemecahan atas permasalahan yang terjadi. Dalam geografi lingkungan, pendekatankelingungan mendapat peran yang penting untuk memahami fenomena geosfer. Dengan pendekatan itu fenomena geosfer dapat dipahami secara holistik sehingga pemecahanterhadap masalah yang timbul juga dapat dikonsepsikan secara baik


b. Pendekatan ekonomi
Salah satu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi regional adalah memberikan otonomi kepada daerah untuk menyelenggarakan program-program pembangunan regional, sehingga seluruh pertanggung jawaban, pengelolaan dan pembiayaannya dilakukan oleh pemerintah daerah. 
Namun sebagaimana diketahui meskipun ada otonomi daerah, pembangunan ekonomi di daerah tidak hanya berasal dari program pembangunan regional (sebagai manifestasi dariazas desentralisasi), tapi juga berasal dari program sektoral (sebagai perwujudan azasdekonsentrasi). Kedua program itu dijalankan secara bersama-sama oleh pemerintah dalamrangka menjembatani kesenjangan kemajuan pembangunan ekonomi antardaerah. Tetapi,sampai saat ini program sektoral masih mendominasi program regional, sehingga otonomidaerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab belum terwujud sepenuhnya.
Pertumbuhan yang tinggi tersebut belum sepenuhnya dinikmati secara merata olehlapisan masyarakat di daerah. Keragaman ekonomi antardaerah tersebut antara laindisebabkan karena tingkat perbedaan yang cukup berarti dalam laju pertumbuhanantardaerah, potensi antardaerah yang telah dikembangkan, laju pertumbuhan penduduk, lajuinflasi, penyerapan tenaga kerja menurut sektor, kualitas sumberdaya manusia, fasilitas yangtersedia antardaerah dan tingkat produktivitas tenaga kerja antar daerah.
Disamping itu ketimpangan antarwilayah terjadi karena struktur ekonomi yang berbeda, dimana sektor dominan yang tumbuh cepat dapat mendorong sektor-sektor lain yang padagilirannya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Pertumbuhan ekonmiyang tinggi akan berpengaruh juga terhadap besarnya kontribusinya pada PDRB masing-masing daerah.
Ketidakseimbangan dalam perekonomian antardaerah menyangkut pola dan arah investasi serta prioritas alokasinya di antara berbagai daerah dalam wilayah negara kesatuanatau Provinsi, khususnya yang menyangkut investasi dalam sumberdaya manusia daninvestasi dalam prasarana fisik. Kondisi ini pada gilirannya akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita antardaerah di suatu wilayah, sehingga kecenderungan terjadinya perbedaan dan ketimpangan pada pola, laju pertumbuhan dan pendapatan perkapita antar berbagai kawasan dalam suatu wilayah dalam satu negara. Perencanaan Pembangunan Dalam Sektor Ekonomi Ciri-ciri perencanaan pembangunan ekonomi :
·         Usaha mencapai perkembangan sosial ekonomi mantap (Steady social economicgrowth). Tercermin pada pertumbuhan ekonomi posi
·         Usaha meningkatkan pendapat
·         Usaha perubahan struktur ekonomi ; Usaha diversifikasi ekonomi.
·         Usaha perluasan kesempatan kerja.
·         Usaha pemerataan pembangunan ; Distributive Justice.
·         Usaha pembinaan lembaga ekonomi masyaarakat.
·         Usaha terus menerus menjaga stabilitas ekonomi.
Usaha terus menerus menjaga stabilitas ekonomiDari sudut pandang ekonomi, perlunya perencanaan adalah :
·         Agar penggunaan sumber pembangunan terbatas dpt efesien & efektif, sehingga terhindar  pemborosan.
·         Agar perkembangan / pertumbuhan ekonomi menjadi mantap.
·         Agar tercapai stabilitas ekonomi dalam menghadapi siklus konjungtur
c.       Pendekatan morfologi
            Sesuatu kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan dalam hal ini menyangkut aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik. Khusus mengenai aspek yang berkaitan langsung dengan penggunaan lahan kedesaan adalah perkembangan fisik, khususnya perubahan arealnya. Peninjauan morfologi kota ditekankan pada bentuk-bentuk fisikal dari lingkungan kekotaan dan hal ini dapat diamatidari kenampakan kota secara fisikal yang antara lain tercermin pada sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik daerah hunian ataupun bukan dan juga bangunan-bangunan individual.
            Penentuan batas administrasi kota tidak lain bermaksud memberikan batas terhadap permasalahan-permasalahan kota sehingga memudahkan pemecahan-pemecahan persoalan politik, social, ekonomi, budaya,teknologi dan fisik yang timbul oleh pemerintah kota.olehkarena batas fisik kota selalu berubah setiap saat maka sangat sering sekali terlihat bahwa batas fisik kota telah berada jauh di luar batas administrasi kota. Beberapa ekspresi keruangan morfologi :
·         Bentuk Bujur Sangkar 
            Kota berbentuk bujur sangkar menunjukkan adanya kesempatan perluasan kota kesegala arah yang relatif tidak begitu berarti.
·         Bentuk Persegi Panjang
            Dimensi memanjang sedikit lebih besar daripada dimensi melebar. Hal inidemungkinkan timbul karena adanya hambatan-hambatan fisikal terhadap perkembangan areal kota pada salah satu sisi-sisinya.
·         Bentuk Kipas
            Berbentuk sebagian lingkaran, kearah luar lingkaran mempunyai kesempatan berkembang yang relative seimbang. Seperti hambatan alami dan hambatan artificial.
·         Bentuk Bulat
            Bentuk kota yang ideal karena kesempatan perkembangan areal kearah luar dapatdikatakan seimbang.
·         Bentuk Pita
            Mirip dengan bentuk empat persegi panjang tapi namun karena dimensinyamemanjangnya jauh lebih besar dari pada dimensi melebar maka bentuk inimenempati klasifikasi tersendiri dan menggambarkan bentuk pita.
·         Bentuk Bintang
            Peranan jalur transportasi pada bentuk ini juga sangat dominan. Hanya saja, pada bentuk gurita jalur transportasi tidak hanya satu arah saja, tetapi beberapa arah ke luar kota dan pinggirannya tidak memberikan halangan-halangan fisik yang berartiterhadap perkembangan areal perkotaannya.
·         Bentuk Tidak Berpola
            Kota yang terbentuk pada suatu daerah dengan kondisi geografis yang khusus.Sebuah kota pulau misalnya, mungkin saja membentuk kota yang sesuai dengan bentuk pulau yang ada.
d.      Pendekatan sistem kegiatan
            Pendekatan Sistem Kegiatan diartikan secara komprehensif sebagai suatuupaya untuk memahami pola-pola perilaku dari perorangan, lembaga-lembaga dan firma-firma yang mengakibatkan terciptanya pola-pola keruangan di dalam kota. Pendekatan Ekologi Faktoral, hal ini digunakan untuk menganalisis struktur keruangan kota (urban spatial structure) dengan menggunakan analisis faktor sebagai tekniknya.
            Secara konsepsional, unsur-unsur pembentuk struktur tata ruang kota telah dikemukakanoleh banyak pakar. Menurut Doxiadis, perkotaan atau permukiman kota merupakan totalitaslingkungan yang terbentuk oleh 5 unsur, yakni alam (nature), individu manusia (antropos),masyarakat (society), ruang kehidupan (shells), dan jaringan (network). Dalam perspektif yang berbeda, menurut Patrick Geddes, karakteristik permukiman sebagai suatu kawasanmemiliki unsur yaitu  place (tempat tinggal); work  (tempat kerja); folk (tempat bermasyarakat).
            Kus Hadinoto (1970-an) mengadaptasinya menjadi 5 unsur pokok, yaitu wisma, tempattinggal (perumahan); karya: tempat bekerja (kegiatan usaha); marga, jaringan pergerakan, jalan; suka, tempat rekreasi/hiburan; penyempurna, prasarana dan sarana. Unsur  pembentuk struktur tata ruang kota dapat pula dipahami secara persepsional sepertidikemukakan oleh Kevin Lynch yang menyatakan sifat suatu objek fisik menyebabkan kemungkinan besar membuat citra (image) yang kuat pada setiap orang. Menurutnya adalima unsur dalam gambaran mengenai kota yaitu path, edge, district, node, dan landmark. Sebagai wujud struktural pemanfaatan ruang, kota terdiri dari susunan unsur-unsur  pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan struktural yang berhubungan satudengan
lainnya membentuk tata ruang kota. Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga, 2005:97) yaitu:
·         Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan,keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.
·         Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
·         Lingkungan pemukiman sebagai tempat tinggal
2.4 Menganalisis perkembangan dan perencanaan kota kaitannya dengan desa
a. Perencanaan kota
Perencanaan kota berhadapan dengan lingkungan binaan dari perspektif munisipal dan metropolitan. Profesi lainnya yang berhadapan dengan detail yang lebih kecil, disebut arsitektur dan desain urban. Perencanaan wilayah berhadapan dengan lingkungan yang masih lumayan besar, pada tingkatan yang kurang mendetail. Orang Mesir Hippodamus sering dianggap sebagai Bapak Perencanaan Kota, untuk desainnya Miletus, meskipun contoh kota terencana "permeate antiquity". Muslim diperkirakan merupakan asal ide penzonaan resmi (lihat haram dan hima dan lebih umum khalifa), atau stewardship di mana mereka timbul), meskipun penggunaan modern di Barat berawal dari ide Congres Internationaux d'Architecture Moderne.
Perencanaan kota termasuk pengorganisasian, atau memengaruhi, distribusi penggunaan tanah dalam wilayah yang telah dibuat atau dimaksudkan untuk dibuat.
Ada suatu kesalahan persepsi, baik secara pendefinisian, maupun secara pemaknaan terhadap Perancanan Kota (Urban Design), yaitu yang selama ini dianggap suatu arsitektur besar, yang muncul sebagai akibat dibangunnya proyek-proyek berskala besar oleh swasta, disamping itu juga sering dianggap sebagai suatu usaha vpengindahan kota', seperti misalnya penanaman pohon-pohon, penghias jalan, trotoarisasi, dan sejenisnya, yang lebih cenderung bersifat sebagai dekorasi kota. Namun demikian, pada dasarnya Urban Design berkaitan erat dengan kebijakan dalam perancangan fisik kota, yang melibatkan sekelompok orang dalam suatu kurun waktu tertentu, disamping juga berkaitan erat dengan rnanajemen pembangunan fisik kota, baik dalam lingkungan alarni, maupun linakungan binaan (Shirvani).
Menurut Catanese dan Snyder, pada hakekatnya Urban Design adalah suatu jembatan antara profesi perencanaan kota dan arsitektur, yang perhatian utamanya adalah pada bentuk fisik wilayah perkotaan. Dalam hai in; Catanese dan Snyder menjelaskan posisi urban design dalam proses perencanaan dan perancangan dalam skala makro.
Perancangan kota adalah sebutan yang diterima secara umum untuk suatu proses yang ditujukan untuk menghasilkan arahan perancangan fisik dari perkembangan kota, konservasi dan perubahan. Di dalamnya termasuk pertimbangan lansekap lebih dari pada bangunannya, preservasi dan pembangunan baru; perdesaan yang perkembangannya dipengaruhi kota, rencana lokal, renovasi kota oieh pemerintah serta kepentingan
Menurut Pierre Merlin dan Francoise Choay (1988: 677 & 851) perancangan kota adalah proses dari konsep dan realisasi arsitektur yang memungkinkan penguasaan pengaturan formal dari perkembangan kota, yang menyatukan perubahan dan kemapanan. la adalah pertengahan dari praktek arsitek yang berkonsentrasi pada konsep formal dan realisasi arsitektural dalam konstruksi bangunan dan perancang kota yang berkonsentrasi pada pembagian dan penggunaan yang kurang sempurna dari sumber-sumber kepemilikan dan penghancuran yang tidak perlu dari bagian-bagian bersejarah sehingga terintegrasinya kesatuan dan keindahan dalam lingkungan terbangun.
Kekeliruan yang sering dilakukan dalam urban planning menurut Danisvvoro adalah melihat kota sebagai 'subyek fisik' bukan sebagai 'subyek sosial'. Sebuah kota tidak hanya direncanakan, melainkan dirancang. Berdasarkan ha! tersebut, beliau mendefinisikan urban design sebagai berikut:
a)      Urban Design merupakan jembatan yang diperlukan untuk menghubungkan secara layak, berbagai kebijaksanaan perencanaan kota dengan produk-produk perancangan fisiknya.
b)     Urban Design merupakan suatu proses yang memberikan arahan, bagi terwujudnya suatu lingkungan binaan fisik yang Iayak dan sesuai dengan aspirasi masyarakat, kemarnpuan sumber daya setempat, serta daya dukung lahannya.
Definisi dari Danisworo tersebut merupakan suatu gabungan definisi antara Shirvani dengan Catanese & Snyder, yang menjelackan posisi urban design dalam lingkup perancangan kota. Disamping itu, ia juga menjelaskan arah dan tujuan dan proses tersebut.
Urban Design menurut Andy Siswanto sebenarnya adaiah sebuah disiplin perancangan yang merupakan pertemuan dari arsitektur, perencanaan dan pembangunan kota. Lebih jauh lagi, Urban Design adalah menterjemahkan kedua bidang riset perkotaan dan arsitektural sedemikian rupa, sehingga ruang dan bangunan perkotaan dapat dimanfaatkan, sosial, artistik, berbudaya dan optimal secara teknis maupun ekonomis
Namun demikian, terkadang definisi Urban Design banyak disalahartikan, dimana arsitek sendiri sering terkonsentrasi pada perancangan bangunan sebagai sosok tunggal yang terisolasi dari kawasan, tidak merespon dan, terintegrasi dengan tipologi morfologi arsitektur, serta struktur fisik kawasan. Pendapat ini sama dengan Danisworc yang mendefinisikan urban design berdasarkan posisinya dalam proses perancangan suatu kota, dan menjelaskan fungsi clan tujuan dari proses tersebut.
Disain kota atau Urban Design, dapat didefinisikan sebagai bagian dari rangkaian perencanaan kota, yang rnenyangkut seal estetika, yang akan mengatur dan menata bentuk serta penampilan dari suatu kota (Djoko Sujarto). Pendapat ini berbeda dengan beberapa definisi diatas, Djoko Sujarto lebih menekankan pandangannya pada segi estetika.
Berdasarkan atas beberapa analisa tersebut, banyak ditemui adanya kesamaan-kesamaan pandangan persepsi, mengenai pengertian dan definisi dari urban design, antara lain:
a)      Lebih menekankan pada aspek perancangan secara fisik, daripada perencanaan.
b)      Lebih condong pada suatu nilsi estetis, daripada fungsi dan penampilan fisiknya.
c)      Sama-sama menekankan pada aspek saling keterkaitan dalam proses perancangan, antara dampak yang satu dengan yang lainnya.
Disamping beberapa kesamaan pandangan tersebut, ada pula beberapa perbedaan yang dapat ditemukan, terutama dalam hal penekanan masalah yang rnenyangkut pengertian dan definisi Urban Design, yaitu antara lain:
a)      Shirvani dan Danisworo, lebih menekankan pada kebijakan dan manajemen pembangunan, dalam perancangan fisik kota.
b)      Catanese dan Snyder dalam definisinya, lebih menekankan pada kebijakan dan manajemen pembangunan, dalam perancangan fisik kota.
c)      Andy Siswanto dan Djoko Sujarto iebih menekankan urban design dalam posisinya, yaitu sebagai suatu penghubung antara dua disiplin ilmu, yang menjadi bagian dari suatu proses perancangan kota.
d)     Jo Santoso iebih menekankan pada latar belakang dari timbulnya proses perancangan tersebut, dibandingkan dengan pembahasan tentang proses itu sendiri.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya urban design adalah merupakan suatu disiplin perancangan, yang merupakan suatu jembatan antara perencanaan kota dan arsitektur, dan berkaitan erat dengan kebijakan dalam perancangan dan manajemen pembangunan fisik kota, yang perhatian utamanya adalah pada bentuk fisik kota dan lingkungannya, baik daiam bentuk lingkungan alami, maupun lingkungan binaan, yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, kernampuan sumberdaya setempat, serta daya dukung lahannya, dan diatur sedemikian rupa, sehingga ruang dan bangunan perkotaan tersebut dapat dimanfaatkan, sosial, artistik, berbudaya dan optimal, secara teknis maupun ekonomis.
b.  Perkembangan kota
Perkembangan kota (urban development) dapat diartikan sebagai suatu perubahan menyeluruh, yaitu yang menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat kota secara menyeluruh, baik perubahan sosial ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik.
Kota merupakan simbol dari kemajuan Perekonomian dan Teknologi suatu wilayah atau negara. Pesatnya penumbuhan ekonomi dan perkembangan teknologi telah mendorong berkembangnya kota-kota di Indonesia dan Dunia. Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan kota tersebut, selain berdampak positif berupa meningkatnya kesejahteraan, ternyata juga menimbulkan dampak negatif yang sangat kompleks.
Perkembangan Kota berdasarkan :
·         Kota sebagai pusat perekonomian :
Terdapat bangun-bangunan besar sebagai sarana dan prasarana penunjang perekonomian (Pertokoan, Supermarkaet, Mall, Swalayan, Caffe, Bank, Prabik, dll)
·         Kota sebagai pusat pemerintahan :
Terdapat bangunan-bangunan maupun kompleks Perkantoran.
·         Infrastruktur penunjang perkotaan lainnya :
Bandara, stasiun, jalan, jembatan, hotel, perumahan, dll.
Disamping itu terdapat pula fasilitas pendidikan dan kesehatan yang lengkap dan memadai.
*      Tahap Perkembangan Kota :
Menurut Lewis Mumford, Tahap perkembangan kota ada 6 tahap :
·         Tahap Eopolis       : Tahapan perkembangan desa yang sudah teratur menuju arah kehidupan kota
·         Tahap Polis                       : Suatu kota yang sebagian penduduknya masih agraris
·         Tahap Metropolis  : Kota yang kehidupannya sudah mengarah industri
·         Tahap Megapolis  : Wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa kota metropolis
·         Tahap Tryanopolis            : Suatu kota yang ditandai dengan adanya kekacauan , kemacetan lalu lintas , tingkat kriminalitas
·         Tahap Nekropolis : Suatu kota yang mulai ditinggalkan penduduknya / kota mati
*      Faktor yang mempengaruhi perkembangan kota :
·         Faktor Alamiah : Lokasi , Fisiografi , Kekayaan Alam
·          Faktor Sosial : Penduduk , Kebijaksanaan Pemerintah
*      Dampak Negatif dari Perkembangan Perkotaan :
Pada tahun 1990 PBB mengeluarkan laporan kegiatannya selama 45 tahun (1945-1990), yakni masalah Urbanisasi. Lebih dari 40 persen penduduk dunia bertempat tinggal di kota-kota.
Alasan utama bagi para penduduk melakukan urbanisasi yakni untuk mencari pekerjaan, tempat tinggal dan pelayanan sosial yang lebih baik. Kota sebagai pusat perekonomian memiliki daya tarik yang tinggi bagi para penduduk pedesaan untuk melakukan urbanisasi.
Dampak negatif dari  perkembangan perkotaan antara lain :
·         Kemacetan lalulintas
·          Kepadatan penduduk
·         Pencemaran lingungan
·          Persediaan air bersih yang tidak memadai, dll
Pertumbuhan dan perkembangan kota pada prisipnya menggambarkan proses berkembangnya suatu kota. Pertumbuhan kota mengacu pada pengertian secara kuantitas, yang dalam hal ini diindikasikan oleh besaran faktor produksi yang dipergunakan oleh sistem ekonomi kota tersebut. Semakin besar produksi berarti ada peningkatan permintaan yang meningkat. Sedangkan perkembangan kota mengacu pada kualitas, yaitu proses menuju suatu keadaan yang bersifat pematangan. Indikasi ini dapat dilihat pada struktur kegiatan perekonomian dari primer kesekunder atau tersier. Secara umum kota akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan melalui keterlibatan aktivitas sumber daya manusia berupa peningkatan jumlah penduduk dan sumber daya alam dalam kota yang bersangkutan .
Pada umumya terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kota, yaitu:
a)      Faktor penduduk, yaitu adanya pertambahan penduduk baik disebabkan karena pertambahan alami maupun karena migrasi.
b)     Faktor sosial ekonomi, yaitu perkembangan kegiatan usaha masyarakat.
c)      Faktor sosial budaya, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara masyarakat akibat pengaruh luar, komunikasi dan sistem informasi.
Perkembangan suatu kota juga dipengaruhi oleh perkembangan dan kebijakan ekonomi. Hal ini disebabkan karena perkembangan kota pada dasarnya adalah wujud fisik perkembangan ekonomi (Firman, 1996). Kegiatan sekunder dan tersier seperti manufaktur dan jasa-jasa cenderung untuk berlokasi di kota-kota karena faktor “urbanization economics” yang diartikan sebagai kekuatan yang mendorong kegiatan usaha untuk berlokasi di kota sebagai pusat pasar, tenaga kerja ahli, dan sebagainya.
Perkembangan kota menurut Raharjo dalam Widyaningsih (2001), bermakna perubahan yang dialami oleh daerah perkotaan pada aspek-aspek kehidupan dan penghidupan kota tersebut, dari tidak ada menjadi ada, dari sedikit menjadi banyak, dari kecil menjadi besar, dari ketersediaan lahan yang luas menjadi terbatas, dari penggunaan ruang yang sedikit menjadi teraglomerasi secara luas, dan seterusnya.
Dikatakan oleh Beatley dan Manning (1997) bahwa penyebab perkembangan suatu kota tidak disebabkan oleh satu hal saja melainkan oleh berbagai hal yang saling berkaitan seperti hubungan antara kekuatan politik dan pasar, kebutuhan politik, serta faktor-faktor sosial budaya.
Teory Central Place dan 1Urban Base merupakan teori mengenai perkembangan kota yang paling populer dalam menjelaskan perkembangan kota-kota.
c. Interaksi perencanaan kota dengan pembangunan desa
*      Pengertian Interaksi
Interaksi desa kota adalah proses hubungan yang bersifat timbal balik antar unsur-unsur yang ada dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung, berita yang didengar atau surat kabar sehingga melahirkan sebuah gejala baru, baik berupa fisik maupun non fisik.
Menurut Roucek dalam Bintarto, interaksi merupakan suatu proses yang sifatnya timbal-balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung, melalui berita yang didengar atau melalui surat kabar.
Interaksi adalah kontak atau hubungan yang terjadi antara dua wilayah atau lebih (perkotaan dengan pedesaan) beserta hasil hubungannya. Interaksi antara desa dan kota terjadi karena berbagai faktor atau unsur yang ada dalam desa, kota dan diantara desa dan kota. Kemajuan masyarakat desa, perluasan jaringan jalan desa-kota, integrasi atau pengaruh kota terhadap desa, kebutuhan timbal balik desa-kota telah memacu interaksi desa-kota.
Dengan adanya kemajuan di bidang perhubungan dan lalu lintas antar-daerah, maka sifat isolasi desa berangsur-angsur berkurang. Desa-desa yang dekat dengan kota telah banyak mendapat pengaruh kota sehingga persentase penduduk desa yang bertani berkurang dan beralih dengan pekerjaan nonagraris. Daerah-daerah pedesaan di perbatasan kota yang dipengaruhi oleh tata kehidupan kota disebut “rur-ban areas” singkatan dari “rural-urban areas”
Dengan perkembangan di bidang prasarana dan sarana transportasi ada kemungkinan gejala urbanisasi. Dalam hal ini, perpindahan penduduk desa ke kota dapat berkurang dan mereka cukup dapat melakukan tugasnya di kota dengan memanfaatkan angkutan umum dan selanjutnya menjadi penglaju. Perkembangan ini juga mempengaruhi bidang-bidang lain, seperti pendidikan dan perdagangan.
Gedung-gedung sekolah dapat didirikan juga di desa-desa yang letaknya jauh dari kota dan para pengajarnya dapat datang bertugas dari kota kecamatan dan kota kabupaten.
Perdagangan antardesa-kota yang berupa barang-barang hasil kerajinan tangan dan terutama hasil pertanian dapat terlaksana dengan lancar sehingga para konsumen di kota masih bisa membeli sayur-mayur dan buah-buahan yang masih segar. Pasar-pasar kecil juga bermunculan di tempat-tempat tertentu di tepian kota.
Daerah-daerah rurban ini makin lama berkembang sebagai desa dagang. Hasil-hasil bumi dari desa dan hasil industri dari kota diperdagangkan di daerah rurban ini. Bertambahnya penduduk dan jaringan lalu lintas di daerah ini akan mempercepat terjadinya suatu kota kecil yang baru.
2)      Zone Interaksi
Zone-zone kota-desa yang dapat menimbulkan berbagai wujud interaksi desa- kota, antara lain:
a)      City diidentikkan dengan kota
b)      Suburban adalah suatu area yang lokasinya dekat pada pusat kota dengan luas yang mencakup daerah penglaju (subdaerah perkotaan).
c)      Suburban fringe adalah suatu area yang melingkari suburban dan merupakan daerah peralihan antara kota dan desa (jalur tepi subdaerah perkotaan).
d)     Urban fringe adalah semua daerah batas luar kota yang mempunyai sifat-sifat mirip kota kecuali inti kota (jalur tepi daerah perkotaan aling luar).
e)      Rural-urban fringe adalah jalur daerah yang terletak antara kota dan desa yang ditandai dengan penggunaan tanah campuran (jalur batas desa-kota).
Zone suburban, suburban fringe, urban fringe dan rural urban fringe yaitu daerah-daerah yang memiliki suasana kehidupan modern yang dapat disebut daerah perkotaan.
3)      Wujud interaksi desa-kota:
Adapun wujud interaksi antar desa-kota sebagai berikut.
1)      Pegerakan barang dari desa ke kota atau sebaliknya seperti pemindahan hasi pertanian, produk industri dan barang tambang.
2)      Pergerakan gagasan dan informasi terutama dari kota ke desa.
3)      Pergerakan manusia dalam bentuk rekreasi, urbanisasi, mobilitas penduduk baik yang sifatnya sirkulasi maupun komutasi.
Interaksi antara desa-kota melahirkan suatu perkembangan baru bagi desa maupun bagi kota. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan potensi yang dimiliki desa maupun kota, dan adanya persamaan kepentingan.
4)      Faktor yang mempengaruhi interaksi
Menurut Edward Ulman ada 3 faktor penyebab interaksi antarwilayah, yaitu:
a)      Region Complementary (wilayah yang saling melengkapi)
Wilayah yang memiliki potensi sumber daya yang berbeda-beda baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Perbedaan sumber daya kota dan desa menyebabkan timbulnya interaksi. Jadi ada kebutuhan saling melengkapi atau komplementaritas. Ini didorong oleh permintaan dan penawaran. Perancis berdagang anggur dengan Belanda karena Belanda merupakan konsumennya. Relasi komplementaritas hanya terjadi jika tawaran bermanfaat bagi pihak yang minta. Manfaatnya ditentukan oleh banyak hal seperti : budaya, pengetahuan, teknik, kondisi kehidupan dan sebagainya. Semakin besar komplementaritas, semakin besar arus komoditas.
Manfaat Interaksi Desa-Kota bagi Perkotaan :
1)      Terpenuhinya sumber daya alam sebagai bahan mentah/bahan baku industri.
2)       Terpenuhinya kebutuhan pokok yang dihasilkan pedesaan.
3)      Terpenuhinya kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan bagi perkotaan.
4)       Tersedianya tempat pemasaran hasil industri.
Manfaat Interaksi Desa-Kota bagi Pedesaan :
1)    Terpenuhinya barang-barang yang tidak ada di desa
2)    Masuknya pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari kota ke pedesaan.
3)   Membuka lapangan kerja baru di sektor pertanian.
b)      Intervening Opportunity (kesempatan untuk berintervensi)
Adalah adanya kesempatan untuk timbulnya interaksi antarwilayah dan dapat memenuhi kebutuhan sumber daya wilayah tersebut. Jadi, semakin besar intervening opportunity, semakin kecil arus komoditas.
c)      Spatial Transfer Ability (kemudahan pemindahan dalam ruang)
Kemudahan pemindahan dalam ruang baik berupa barang, jasa, manusia maupun informasi. Proses pemindahan dari kota ke desa atau sebaliknya dipengaruhi antara lain :
1)   Jarak mutlak maupun jarak relatif antarwilayah
2)   Biaya transportasi dari satu tempat ke tempat yang lain
3)   Kelancaran transportasi antar wilayah
2.5. Menganalisis masalah dan lingkungan perkotaan
Kota secara fisik dapat didefinisikan sebagai area yang terdiri atas bangunan-bangunan yang saling berdekatan yang berada di atas tanah atau dekat dengan tanah, instalasi-instalasi di bawah tanah dan kegiatan-kegiatan di dalam ruangan kosong di angkasa. Bangunan merupakan tempat yang dapat memberikan perlindungan bagi manusia untuk dapat bertahan hidup. Oleh karenanya, bangunan merupakan unsur pertama yang dibangun di kota setelah air dan makanan tersedia.
Kategori utama penggunaan bangunan yang terdiri atas permukiman, komersial, industri, pemerintahan, transportasi merupakan unsurunsur pembentuk pola penggunaan tanah kota. Selain tersusun atas bangunan seperti kategori di atas, kota juga berisikan struktur atau bangunan yang lain yang bukan berupa bangunan gedung, yaitu: jembatan, gardu-gardu listrik, pengilangan minyak, dan berbagai instalasi lain yang tidak lazim disebut sebagai bangunan, karena struktur bangunan tersebut tidak sebagaimana bangunan umumnya dalam hal menutupi tanah yang ada dibawahnya. Struktur-struktur yang bukan berupa bangunan juga memiliki fungsi yang penting bagi sebuah kota, sebagaimana pentingnya bangunan gedung. Kota juga tersusun atas jaringan utilitas yang berada di bawah permukaan tanah. Bangunan gedung di atas baik yang digunakan untuk permukiman, komersil, industri, pemerintahan maupun transportasi akan terhubung dengan jaringan utilitas umum yang ada di bawah tanah seperti jaringan air bersih, kabel telepon, saluran pengolahan limbah, bak-bak penampungan, gorong-gorong, saluran irigasi dan pengendali banjir.
Secara sosial kota dapat dilihat sebagai komunitas yang diciptakan pada awalnya untuk meningkatkan produktivitas, melalui konsentrasi dan spesialiasi tenaga kerja dan memungkinkan adanya diversitas intelektual, kebudayaan, dan kegiatan rekreatif di kota-kota. Suatu wilayah disebut sebagai kota jika wilayah tersebut mampu untuk menyediakan kebutuhan/pelayanan yang dibutuhkan oleh penduduk pada komunitas tersebut.
1.                    Masalah Permukiman
Pada dasarnya kota terdiri dari bangunan tempat tinggal, perkantoran dan perniagaan. Gambaran tentang satu kota selalu berupa susunan bangunan fisik yang berjejer sepanjang jalan ekonomi, gugus perkantoran pemerintahan dan perniagaan, perkampungan atau permukiman warga kota, rumah ibadah dan pertamanan. Seluruh bangunan fisik ini biasanya berkembang lebih lambat dibanding dengan pertambahan penduduk kota, baik pertambahan penduduk kota secara alami maupun karena derasnya arus urbanisasi.
Permukiman sebagai bagian dari lingkungan hidup dan merupakan lingkungan hidup buatan adalah salah satu hasil kegiatan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Permukiman terdiri dari kumpulan rumah yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan, dan berfungsi sebagai sarana tempat tinggal untuk beristirahat setelah melakukan tugas sehari-hari, tempat bernaung dan melindungi diri maupun keluarganya untuk mencapai kesejateraan dan kebahagiaan lahir dan batin.
Permukiman sebagai wadah kehidupan manusia bukan hanya menyangkut aspek fisik dan teknis saja tetapi juga aspek sosial, ekonomi dan budaya dari para penghuninya. Tidak hanya menyangkut kuantitas melainkan juga kualitas. Selama ini kawasan pemukiman baru lebih ditekankan pada aspek fisik bangunannya saja. Sedangkan permukiman lama yang sudah ada tumbuh dan berkembang dengan pesat tanpa terkendali karena kurang adanya tertib dan pengawasan pembangunan. Kedua hal di atas tersebut mengakibatkan semakin menurunnya kualitas permukiman dalam arti
·         Kepadatan bangunan yang terlalu tinggi.
·           Lenyapnya taman-taman dan ruang terbuka.
·         Tidak mencukupinya jaringan air bersih, listrik dan pembuangan air kotor.
·         Berkurangnya tingkat pelayanan dan fasilitas umum seperti sekolah, tempat pertemuan dan olahraga, rekreasi, dan lain-lain.
·         Hilangnya ciri-ciri khas atau karakter spesifik dari daerah permukiman tertentu.
Menurunnya kualitas permukiman yang disertai dengan meningkatnya pencemaran lingkungan dan menipisnya sumber daya alam merupakan masalah penting bagi seluruh negara di dunia. Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman merupakan prakondisi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebab produktivitas manusia terutama sekali tergantung pada tersedianya wadah yang memadai untuk bekerja, beristirahat sekeluarga dan bermasyarakat.
Agar suatu permukiman dapat dikatakan baik, maka suatu permukiman harus memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain
a.  Lokasi kawasan yang baik, seperti tidak terganggu polusi, tidak berada di bawah permukaan air setempat, mempunyai kemiringan rata-rata, memberikan kemungkinan untuk perkembangan selanjutnya, ada keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya.
b.  Kualitas hunian yang baik, seperti kualitas bahan bangunan yang memenuhi syarat, ventilasi yang cukup, kepadatan bangunan, perbandingan antara luas bangunan dengan kepadatan penghuni, tersedianya penampungan dan pembuangan kotoran manusia.
c.  Ada prasarana lingkungan yang baik, seperti jalan, air bersih, saluran air minum, saluran air limbah, salurran air hujan, pembuangan sampah, dan tersedianya jaringan listrik. Sarana lingkungan yang sesuai dengan kepadatan penduduk, seperti sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, ruang terbuka hijau, dan lain-lain.


2. Masalah Lingkungan
Laju urbanisasi dan pembangunan kota yang tinggi akan membawa dampak tersendiri bagi lingkungan hidup di dalam maupun di sekitar kota. Perkembangan aktivitas ekonomi, social, budaya dan jumlah penduduk membawa perubahan besar dalam keseimbangan lingkungan hidup di kota. Aktivitas kota dan pertumbuhan penduduk tersebut telah menyita areal taman, tanah kosong, hutan ladang di sekelilingnya untuk tempat tinggal, tempat usaha, tempat pendidikan, kantor, ataupun tempat berolahraga dan untuk jalan. Hal ini otomatis memperburuk keseimbangan lingkungan mulai dari menciutnya areal tanaman, merosotnya daya absorbsi tanah yang kemudian sering berakibat banjir apabila hujan, sampai masalah sampah dengan segala akibatnya.
Demikian pula dengan perkembangan industri dan teknologi mencemari lingkungan dengan asap knalpopt kendaraan bermotor, jelaga dari cerobong pabrik, air buangan pabrik dan segala buangan produk obat-obatan anti hama seperti DDT dan lain-lain. Sampah plastik juga turut menambah permasalahan bagi lingkungan hidup karena tidak hancur lebur dengan tanah seperti sampah daun atau sampah lainnya yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Akibat dari pembangunan kota dan perkembangan teknologi ini adalah timbulnya pencemaran lingkungan yang berupa
·         Pencemaran udara;
·          Pencemaran air;
·          Pencemaran tanah;
·          Kebisingan.
Akibat atau bahaya yang ditimbulkan oleh pencemaran lingkungan secara garis besar merugikan manusia, terutama mereka yang tinggal di kota. Kota-kota di Indonesia dan beberapa kota dunia, umumnya menjadi pelanggan penyakit menular seperti kolera, thypus, sesak nafas dan lain-lain. Udara di kota menjadi panas dan berdebu. Air minum tercemar oleh berbagai macam bakteri dan zat kimia yang merugikan kesehatan
Bahaya pencemaran lingkungan hidup di kota-kota Indonesia semakin hari semakin serius dan akan memberi dampak yang berbahaya pada jangka panjang jika tidak segera diambil langkah-langkah konkrit dalam menanggulangi masalah lingkungan hidup. Beberapa langkah yang dapat diambil oleh pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi masalalah lingkungan hidup antara lain
·         Menciptakan peraturan standar yang mengatur segala seluk beluk persyaratan pendirian pabrik atau industri;
·         Adanya perencanaan lokasi industri yang tepat dan relokasi bagi industry yang pada saat ini dirasa sudah kurang tepat;
·         Memilih proses industri yang minim polusi dilihat dari segi bahan baku, reaksi kimia, penggunaan air, asap, peyimpanan bahan baku dan barang jadi, serta transportasi dan penyaluran cairan buangan;
·         Pengelolaan sumber-sumber air secara berencana disertai pengamatan terhadap segala aspek yang berhubungan dengan pengolahan air tersebut berikut saluran irigasi yang teratur. Cairan buangan yang berasal dari pabrik yang belum dijernihkan jangan beracmpu dengan sungai yang biasanya banyak dipakai untuk kepentingan air minum dan air cuci;
·         Pembuatan sistem pengolahan air limbah secara kolektif dari seluruh industri yang berada di daerah industri tertentu;
·         Penanaman pohon-pohon secara merata dan berencana di seluruh kota yang diharapkan dapat mengurangi debu, panas dan sekaligus menghisap zat kimia yang beterbangan diudara yang kalau mendarat di paru-paru atau bahan makanan dapat menimbulkan penyakit.
·         Peraturan dan penggunaan tanah berdasar rencana induk pembangunan kota sesuai dengan peruntukannya secara berimbang.
·         Perbaikan lingkungan sosial ekonomi masyarakat hingga mencapai taraf hidup yang memenuhi pendidikan, komunikasi dan untuk belanja seharihari.
Penduduk kota tidak akan sempat berpikir tentang masalah lingkungan hidup kalau tingkat kesejateraan mereka masih di bawah ratarata.
3.    Masalah Pendidikan dan Kesehatan
Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga; keduanya adalah hal yang fundamental untuk membentuk kemampuan manusia yang lebih luas yang berada pada inti pembangunan. Pendidikan memainkan peranan utama dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern untuk mengembangkan kapasitas agara tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Demikian pula halnya dengan kesehatan, kesehatan merupakan prasyarat bagi peningkatan produktivitas, sementara keberhasilan pendidikan juga bertumpu pada kesehatan yang baik. Oleh karena itu kesehatan dan pendidikan juga dapat dilihat sebagai komponen pertumbuhan dan pembangunan yang vital sebagai input fungsi produksi agregat. Peran gandanya sebagai input maupun output menyebabkan kesehatan dan pendidikan sangat penting dalam pembangunan ekonomi
Karena perannya yang sangat penting maka pelayanan pendidikan dan kesehatan harus senantiasa ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. pada tahun 1950, sebanyak 280 dari setiap 1.000 anak di semua negara berkembang meninggal sebelum mencapai usia lima tahun. Pada tahun 2002, angka tersebut telah menurun menjadi 120 per 1.000 di negara-negara miskin, dan 37 per 1.000 di negara-negara berpendapatan menengah, sementara negara-negara berpendapatan tinggi berhasil menekan angka tersebut menjadi 7 per 1.000 anak. Demikian pula halnya dengan pendidikan, sejak beberapa dekade terakhir kemampuan baca tulis (literacy) dan pendidikan dasar sudah dinikmati secara meluas oleh sebagian besar orang di negara-negara berkembang. PBB melaporkan bahwa walaupun masih terdapat 857 juta orang berusia di atas 15 tahun yang buta huruf di dunia pada tahun 2000, namun sekarang 80 persen penduduk dunia telah mampu membaca dan menulis dibandingkan dengan 63 persen pada tahun 1970.
Pertumbuhan sudah barang tentu dapat juga terjadi melalui pembentukan modal kovensional meskipun tenaga buruh yang ada kurang terampil dan kurang pengetahuan. Tetapi laju pertumbuhan tersebut akan sangat terbatas tanpa adanya faktor modal manusia. Karena itu, modal manusia diperlukan untuk menyiapkan tenaga-tenaga pemerintahan yang semakin penting untuk memperkenalkan system baru penggunaan lahan dan metode baru pertanian, untuk membangun peralatan baru komunikasi, untuk melaksanakan industrialisasi, dan untuk membangun sistem pendidikan. Dengan kata lain, pembaharuan atau proses perubahan dari masyarakat statis atau tradisional, memerlukan sejumlah besar modal manusia strategis.













BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Dari hasil pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara mandiri.Pengertian "kota" sebagaimana yang diterapkan di Indonesia mencakup pengertian "town" dan "city" dalam bahasa Inggris. Selain itu, terdapat pula kapitonim "Kota" yang merupakan satuan administrasi negara di bawah provinsi. Artikel ini membahas "kota" dalam pengertian umum (nama jenis, common name).
            Masyarakat Perkotaan adalah masyarakat yang dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Masyarakat kota ini pada umumnya telah mengikuti dampak dari era globalisasi sehingga sering kali pada umumnya muncullah suatu individualisme yakni kurangnya rasa sosialisasi dengan orang lain. Perencanaan kota merupakan pengorganisasian, atau memengaruhi, distribusi penggunaan tanah dalam wilayah yang telah dibuat atau dimaksudkan untuk dibuat. Selain itu juga ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh kota seperti
1.        Masalah Permukiman
Pada dasarnya kota terdiri dari bangunan tempat tinggal, perkantoran dan perniagaan. Gambaran tentang satu kota selalu berupa susunan bangunan fisik yang berjejer sepanjang jalan ekonomi, gugus perkantoran pemerintahan dan perniagaan, perkampungan atau permukiman warga kota, rumah ibadah dan pertamanan. Seluruh bangunan fisik ini biasanya berkembang lebih lambat dibanding dengan pertambahan penduduk kota, baik pertambahan penduduk kota secara alami maupun karena derasnya arus urbanisasi.
2.      Masalah Lingkungan
Laju urbanisasi dan pembangunan kota yang tinggi akan membawa dampak tersendiri bagi lingkungan hidup di dalam maupun di sekitar kota. Perkembangan aktivitas ekonomi, social, budaya dan jumlah penduduk membawa perubahan besar dalam keseimbangan lingkungan hidup di kota. Aktivitas kota dan pertumbuhan penduduk tersebut telah menyita areal taman, tanah kosong, hutan ladang di sekelilingnya untuk tempat tinggal, tempat usaha, tempat pendidikan, kantor, ataupun tempat berolahraga dan untuk jalan. Hal ini otomatis memperburuk keseimbangan lingkungan mulai dari menciutnya areal tanaman, merosotnya daya absorbsi tanah yang kemudian sering berakibat banjir apabila hujan, sampai masalah sampah dengan segala akibatnya.
3.        Masalah Pendidikan dan Kesehatan
Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga; keduanya adalah hal yang fundamental untuk membentuk kemampuan manusia yang lebih luas yang berada pada inti pembangunan
















DAFTAR PUSTAKA

Taringan,Robinson. 2006. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta :
           Bumi Aksara
Djojodipuro Marsudi. 1992. Teori Lokasi. Jakarta : Fakultas Ekonomi     Universitas Indonesia
Daldjoeni, N 1987 . Geografi Kota dan Desa. Bandung Alumni
Daldjoeni, N. 1992 Seluk Beluk Masyarakat Kota ( pusparagam sosiologi kota dan  Ekologi Sosial ). Bandung : Alumni
Syahriatarto. Sistem perencanaan kota. (online)
http://husainaltidore.blogspot.co.id/2014/12/makalah-geo-deskot.htm